Author Archives: andikasatya687

Ekonomi Proteksi Sebagai Salah Satu Solusi Peningkatan Ekonomi Daerah(essay)

Standar
Ekonomi Proteksi Sebagai Salah Satu Solusi Peningkatan Ekonomi Daerah(essay)

Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif dalam kegiatan konsumsi. Hal ini dibuktikan dari pernyataan ketua Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) yang mengatakan bahwa  Indonesia menduduki peringkat ke dua sebagai negara paling konsumtif di dunia.[1] Indonesia sebagai negara konsumtif,  tidak terlepas dari kegiatan impor yang ada di dalamnya, Martin Sihombing dalam artikelnya menyatakan, Indonesia diperkirakan menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia setelah Filipina.[2]

Kegiatan impor yang lebih berkembang dibanding ekspor sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Salah satu  dampaknya adalah  pertumbuhan mikro akan kurang berkembang karena kalah saing dengan pengusaha luar negeri.

Dalam meningkatkan perkembangan usaha mikro yang ada di setiap daerah ada banyak cara, salah satunya adalah memupuk kesadaran agar cinta terhadap produk Indonesia dan membeli produk Indonesia.

Untuk memupuk kesadaran tersebut butuh sosialisasi terus menerus dan aturan yang tegas berkaitan kewajiban membeli produk asli Indonesia. Kita perlu belajar dari suatu lembaga pendidikan yang telah membuktikan sistem ini yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor.

Pondok Modern Darussalam Gontor dalam menjaga dan meningkatkan perekonomian pondok, mereka menggunakan sistem ekonomi proteksi. Dimana semua santri, dewan guru beserta wali santrinya diwajibkan membeli produk- produk dari unit- unit usaha pondok. Suatu pelanggaran besar jika santri maupun guru membeli suatu barang dari masyarakat sekitar pondok. Alhasil Pondok Modern Darussalam Gontor dapat bertahan dan terus berkembang dengan kemandirian sistem ekonominya.

Sistem ekonomi proteksi diatas dapat kita adopsi ke daerah masing- masing dengan berbentuk perda. Dimana pemerintah mewajibkan dan memberikan sosialisasi masyarakatnya untuk membeli barang dari hasil masyarakat daerah tersebut. Seperti contoh masyarakat Ponorogo telah memiliki produksi air mineral sendiri dengan merek La Tansa. Maka jika perda ini telah terlaksana pemerintah berhak meminimalisir pemasokan produksi air mineral dari luar negeri. Serta pemerintah setempat wajib memberikan sosialisasi tentang manfaat membeli produk dalam negeri kepada masyarakat setempat.

Sehingga dampaknya nanti adalah timbulnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya membeli produk- produk dalam negeri. Manfaat besarnya adalah kegiatan konsumsi masyarakat Indonesia akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi disetiap daerah.

[1] diungkapkan Heppy Tranggono, Ketua Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) saat berbicara dalam sosialisasi “Gerakan Beli Indonesia” dan rencana “Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia” di Hotel Riyadi Palace, Senin (2/5) malam lalu. Dikutip dari  http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/05/03/84640 pada tanggal 04 Desember 2016 jam 20:27

[2] Dikutip dari artikel http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7779&coid=4&caid=33&gid=3 pada tanggal 04 Desember 2016 jam 20:49

Meningkatkan Moral Pemuda – Pemudi Kalimantan Selatan

Standar
Meningkatkan Moral Pemuda – Pemudi Kalimantan Selatan

Essay for Indonesia Youth Dream Delegation

oleh : Andika Satya Nugraha, Universitas Darussalam Gontor Ponorogo

Ditahun 2016 ini kita dapat merassakan perubahan yang signifikan terhadap keterpurukan moral pemuda di Indonesia. Beberapa masalah yang telah terjadi di Indonesia seperti pemerkosaan dibawah umur, meningkatnya kejahatan seksual, hingga meningkatnya peminat LGBT merupakan beberapa bukti keterpurukan moral anak bangsa.

Kurangnya kegiatan produktif yang dilakukan pemuda merupakan cikal bakal terjadinya kerusakan moral. Pemuda hanya memikirkan permasalahan cinta dan nafsu yang berimbas kepada kegiatan seks bebas. Seseorang yang telah sering melakukan seks bebas akan mudah untuk menerima doktrin- doktrin barat seperti pergi ke diskotik, mengkonsumsi alkohol, dan narkoba.

552e0ab00423bd425d8b4567

Di Kalimantan Selatan sendiri beberapa akhir ini tengah dikejutkan oleh meningkatnya pasangan LGBT dan seks bebas. Menurut data yang dipublikasikan Banjarmasin Post bahwa selama dua tahun terakhir penyakit kelamin (sipilis) meningkat 300% di Kalimantan Selatan. Pengelola program HIV/AIDS Dinas Kesehatan Kalsel Mursalin menyimpulkan, tingginya kasus penderita spilis tersebut sebagai salah satu indikator semakin maraknya perilaku seks bebas di Kalsel. (www. jurnal-ekonomi.org dengan tema Tingginya Indikator Kerusakan Moral Indonesia)

Untuk meminimalisisr peningkatan LGBT dan seks bebas di kalsel hendaknya kegiatan pemuda diisi dengan program- program yang produktif dan mendidik. Salah satu program yang dapat direalisasikan adalah didirikannya komunitas KLIK (Klinik Nikah). Komunitas ini bertujuan untuk memberikan edukasi pendidikan pra dan pasca nikah serta bagaimana menjadi pasangan suami istri yang baik, ditambah dengan doktrin- doktrin terhadap buruknya pacaran. Karna kebanyakan alasan meningkatnya LGBT di Kalsel adalah timbulnya rasa sakit hati yang terus menerus. Sakit hati ini diakibatkan karna aktivitas pacaran berkali- kali. Program lainnya yang dapat direalisasikan adalah membuat gerakan masyarakat untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan orang tua agar orang tua lebih berhati- hati lagi dalam mengawasi anak- anaknya

Sanksi Pelanggaran Hak Cipta Menurut Perspektif Hukum Islam dan Undang- Undang No. 19 Tahun 2002

Standar
Sanksi Pelanggaran Hak Cipta Menurut Perspektif Hukum Islam dan Undang- Undang No. 19 Tahun 2002

BAB I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sejarah dari terbentuknya teori Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah berasal dari pemikiran Barat, bukan dari Islam. Istilah Hak Milik Intelektual (HAMI) atau yang dikenal dalam bahasa asing “geistiges Eigentum” (Jerman), atau intellectual property right (Inggris), atau intelectuele propriete (Perancis) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.[1]

Di Indonesia, pengakuan dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual telah dilakukan sejak dahulu. Sebagai Negara bekas jajahan Belanda, maka sejarah hukum tentang perlindungan Hak Milik Intelektual (HMI) di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah hukum serupa di Belanda pada masa itu, karena hampir seluruh peraturan yang berlaku di Belanda waktu itu juga diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda). Undang- Undang Hak Cipta (UUHC) yang pertama berlaku di Indonesia adalah UUHC tanggal 23 September 1912 yang berasal dari Belanda yang diamandemen oleh Undang- Undang No 6 Tahun 1982 yang mendapat penyempurnaan pada tahun 1987. Departemen Kehakiman pada tahun 1989 mengeluarkan UUHP, pada tahun 1992 mengeluarkan UUHM, dan yang terakhir Undang- Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan demikian, hak cipta diakui dan mempunyai perlindungan hukum yang sah, dan pelanggarannya dapat dituntut dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun dan atau denda maksimal Rp 5.000.000.000.00.[2]

Meskipun negara telah memberikan sanksi yang lumayan keras terhadap pelanggaran HAKI, akan tetapi kenyataannya masih banyak pelanggaran yang terjadi di masyarakat. Contoh mudahnya saja adalah sering kali masyarakat lebih memilih memotocopy buku pelajaran dibandingkan harus membeli buku aslinya. Kemudian kasus Plagiat Prof. Dr. Anak Agung Banyu Perwira, Dosen Universitas Parahyangan, Bandung.[3]  Kasus plagiat ini juga sempat menjadi pemberiataan yang meluas dan sensional di media. Masalahnya, Profesor muda yang selama ini dikenal cemerlang dan menjadi bintang di Universitas Parahyangan Bandung, di duga telah beberapa kali melakukan plagiarisme, sebuah kejahatan akademik yang serius dan memalukan. Dalam tulisan Banyu yang dimuat The Jakarta Post, berjudul “RI As A New Middle Power”, ditemukan unsur plagiasi dari artikel Carl Ungerer, dengan Judul” The Middle Power Concept in Australian Foreign Policy” yang diterbitkan dalam Austalian Journal of Politics and History, Volume 53, Number 4, Tahun 2007. Publikasi itu berlangsung dua tahun sebelum artikel Prof. Banyu dimuat di Harian The Jakarta Post, 12 November 2009.

Kasus diatas merupakan salah satu contoh bukti terjadinya pelanggaran HAKI yang ada di Indonesia yang dilakukan dari berbagai kelompok masyarakat baik akademisi maupun masyarakat awam. Padahal hukum tentang Hak cipta sendiri telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 beserta sanksi yang berlaku.

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis mencoba untuk melihat konsep Hak atas kekayaan intelektual dari pandangan Islam, dengan terlebih dahulu mendeskripsikannya dari Hukum Positif di Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta. Sehingga nantinya diharapkan konsep dalam Islam ini dapat menjadi solusi agar meminimalisir tingkat pelanggaran HAKI di Indonesia.

Alasan penulis memilih hukum Islam karena dominan masyarakat Indonesia adalah beragama Islam. Sehingga seharusnya setiap permasalahan yang berkaitan dengan muamalah maka diselesaikan dengan hukum Islam.

  1. Rumusan Masalah

Dari gambaran latar belakang masalah di atas, maka pokok masalah yang akan diteliti yaitu :

  1. Bagaimana Hak Cipta dalam pandangan Islam?

  2. Bagaimana ketentuan sanksi pelanggaran hak cipta dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan hukum Islam mengenai Hak Cipta?

 
BAB II

Landasan Teori

  1. Hak Cipta menurut Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002

Yang dimaksud hak cipta sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUHC No. 19 Tahun 2012 adalah : Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. [4]

Sedangkan yang dimaksud hak eksklusif yaitu hak yang semata- mata diperuntukan bagi pemeganynya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk menerjemah, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertujukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. [5]

Hak Cipta digolongkan sebagai benda bergerak yang dapat dialihkan kepemilikannya. Adapun cara mengalihkan kepemilikannya yaitu melalui cara pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab- sebab lain yang dibenarkan oleh perundang- undangan. [6]

Sedangkan untuk sanksinya sendiri Undang- Undang menjelaskan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dan barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).[7]

  1. Hak Atas Kekayaan Intelektual menurut Islam

Apabila menelusuri dalil- dalil yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadist, masalah hak cipta belum mempunyai dalil atau landasan nas yang eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan atas hak cipta itu sendiri merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya.

Di antara para pemikir Islam, DR. Wahbah Zuhayli merupakan salah satu tokoh Islam yang membahas masalah hak cipta. DR. Wahbah Zuhayli menyebut istilah HAKI dengan istilah haqqul Ibdā‘ atau haqqul Ibtikār. Maknanya adalah hak milik permulaan yang tidak berbentuk nyata dan memiliki nilai keunggulan, keaslian dan permulaan. Hak ini didapat berdasarkan pemikiran dan karya manusia. Misalnya adalah hak cipta karya tulis, hak merek dagang, dan lain sebagainya. Hak ini bersifat maknawi yang dapat dirasakan manfaatnya.[8]

Hak Cipta ( Haq al- ibtikar) merupakan bagian dari macam- macam hak dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat dan agama. Atau penemuan- penemuan lain yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia., dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hak cipta dan karya cipta merupakan haq al- syakhshi (hak pribadi), oleh karena itu Islam melarang seseorang melanggarnya. Islam dengan tegas melarang seseorang memakan harta orang lain dengan secara tidak benar dan aniaya, kecuali atas persetujuan pemiliknya, atau dengan cara yang halal, seperti yang dikemukakan dalam nas:[9]

يأيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم [10]

Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.

            Islam sangat menekankan kepada setiap orang untuk tidak melanggar hak orang lain, merugikannya serta mengambil tanpa haknya. Hak perorang yang terdiri dari kehormatan, keselamatan jiwanya, serta hartanya sangat dilindungi dalam Islam. Pelanggaran terhadap hak- hak orang lain merupakan perbuatan dosa yang sangat serius. Nabi bersabda :

كل المسلم على المسلم حرام دمه و ماله و عرضه

Setiap muslim terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.

Hak Cipta merupakan hak milik pribadi bagi penciptanya, sekaligus merupakan harta yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak cipta, sama nilainya dengan perampasan terhadap harta benda lainnya. Perampasan hak orang lain secara aniaya tidak dibenarkan dalam Islam. [11]

Dalam khazanah hukum Islam, kejahatan terhadap harta benda adakalanya berupa sariqah (pencurian), intihab (perampasan), ikhtilas (pencopetan) dan ghasab (penguasaan secara tidak sah). Pelanggaran terhadap Hak Cipta bisa dikategorikan sebagai pencurian dalam hukum Islam. Konsep pencurian dalam Hukum Islam adalah mengambil harta orang lain secara tidak sah untuk dinikmati dan dikuasai tanpa sepengetahuan pemiliknya.[12

BAB III

Pembahasan

  1. Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam Islam

Sebelum lahirnya pengakuan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dalam hukum nasional kita, sebenarnya Islam telah lebih dahulu mengakui adanya  kekayaan  intelektual  setiap  manusia.  Yûsuf al-Qaradhâwî menyatakan, tidak ada agama selain Islam dan tidak ada kitab selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya dan memuji orang-orang  yang  menguasainya.[13] Suatu  petunjuk  yang  sangat  agung  dari  Alquran dalam hal ini adalah bahwa ia memberi penghargaan pada Ulu al-Albâb, kaum cendekiawan dan kaum intelektual, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: Hai  orang-orang  beriman apabila  kamu  dikatakan  kepadamu, “Berlapanglapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan  untukmu.  dan  apabila  dikatakan,  “Berdirilah  kamu”,  maka berdirilah,  niscaya  Allah  akan  meninggikan  orang-orang  yang  beriman  di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan  Allah  Maha  mengetahui  apa  yang  kamu  kerjakan. (Q.s. al-Mujâdalah [58]: 11)

Penghargaan  terhadap  ilmu  pengetahuan  ini  diperkuat juga  oleh Hadis Rasulullah Saw. yang artinya:Apabila  anak  Adam  meninggal  dunia,  maka  terputuslah  seluruh  amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya. (H.r. Abû Dâwûd)

Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa hasil karya itu adalah hasil usaha manusia dan merupakan sumber manfaat baik bagi dirinya maupun bagiorang  lain.  Dengan  memanfaatkan  hasil  kreativitas orang  yang  berilmu  berartimelanjutkan  amal  salihnya yang  tidak  akan  mungkin  hilang bersama  dengan kematiannya.  Pemahaman  terhadap intellectual property  ini  pada  dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari hasil  kerja  intelektualitas  manusia. Banyak  karya  yang  dihasilkan  dari  intelektualitas manusia, baik melalui daya cipta,  rasa, maupun karsanya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dengan serius, sebab karya manusia ini  telah  dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.[14]

Hasil dari sesuatu yang penuh dengan pengorbanan yang demikian sudah tentu  menjadikan  sebuah  karya  yang  dihasilkannya  memiliki  nilai  yang  patut dihargai.  Ditambah lagi  dengan adanya manfaat  yang dapat dinikmati, dan dari sudut ekonomi karya-karya tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.[15]

Tumbuhnya  konsepsi  tentang  kekayaan  atas  karya-karya  intelektualitas manusia, akhirnya  menimbulkan  kebutuhan  untuk  melindungi  atau  mempertahankan  kekayaan  tersebut.  Pada  gilirannya akan  melahirkan  konsepsi  perlindungan  hukum  atas  kekayaan  intelektual  (ilmu  pengetahuan),  termasuk  di dalamnya pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan  hakikatnya pula, hak milik perseorangan  ini  selanjutnya  dikelompokkkan  menjadi  hak  milik  perseorangan yang sifatnya tidak wujud atau imaterial.[16]

Pendapat  jumhur  ulama, ulama  Hanafiyyah tidak mengakui  eksistensi intellectual  property,  karena  pemilikan  terhadap  hal  ini sangatlah  abstrak  jika  dibandingkan  dengan  pemilikan  terhadap  benda  nyata, sehingga hak atas kekayaan intelektual tidak mungkin bisa disimpan dan apabila hak ini dimanfaatkan secara biasa maka sifatnya akan hilang sedikit demi sedikit.Sedangkan  jumhur ulama sendiri mengakui eksistensi intellectual property  karena  yang dimaksud dengan harta adalah segala sesuatu yang bernilai dan orang yang merusaknya wajib menanggung beban atau akibatnya. Konsep inilah yang sering  dipakai  dalam  perundang-undangan  modern.  Sehingga  golongan ini memandang  segala  sesuatu  bisa  diakui  sebagai  harta  benda, tidak  hanya  dari segi  dapatnya  suatu  benda  itu  bisa  disimpan,  tapi  justru  karena  suatu  manfaat yang melekat pada benda tersebut yang yang dituju. Mereka tidak mensyaratkan apakah manfaat itu dapat disimpan atau tidak, tetapi cukup menyimpan pokok atau sumbernya saja sudah cukup.[17]

Oleh  karena  itu,  hasil  karya  seseorang  yang  merupakan  pekerjaan intelektual  manusia  dapat  disebut  harta  benda  yang  lazimnya  dikenal  dengan istilah  hak  atas  kekayaan  intelektual.  Hak  ini  hanya  dapat  diperoleh  manusia dengan  bekerja  keras  dan  dengan  pengorbanan  yang  sangat  besar,  sehingga Islam  patut  untuk  menghargainya  dengan  cara  menjadikan  hak  atas  kekayaan intelektual tersebut hanya melekat pada pemiliknya.[18]

Untuk memperkuat eksistensi hak atas kekayaan intelektual dalam konsep ekonomi Islam penulis menggunakan dasar hukum ‘urf atau adat sebagai suatu dalil  hukum.  Sebab  fukaha  menyatakan  bahwa ‘urf  merupakan  salah  satu sumber hukum atau salah satu metode untuk menetapkan suatu hukum syarakjika di dalam nas, baik Alquran maupun Hadis tidak diketemukan. Dalam hal ini ada  kaidah fikih yang  menyatakan,  العادة المحكمة (adat/kebiasaan  dapat  dijadikan hukum),  المعروف عرفا كالمشروط شرطا(kebiasaan  yang  baik  sama  dengan sesuatu yang disyaratkan),     الثابت بالعرف كالثابت بالناص(sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan sama saja dengan yang ditetapkan dengan nas).[19]

Teori ‘urf tersebut digunakan  sebagai  langkah  alternatif  dalam mempersempit  ruang  perbedaan  pendapat,  karena  teori  tersebut  hanya  mengakui adanya  ketentuan  yang  berlaku  dalam  masyarakat  secara  luas  dengan  catatan tidak bertentangan dengan nas-nas Alquran maupun Hadis, yakni kebiasaan yang berlaku  di  masyarakat telah mengakui eksistensi  hak atas kekayaan intelektual sebagai harta.[20]

Teori  tersebut  ada  hubungannya  dengan  konstruksi  hukum  nasional tentang  hak  atas  kekayaan  intelektual,  seperti  perlindungan  terhadap  hak  cipta yang dimiliki oleh seseorang, baik sebagai individu maupun kelompok. Di mana hak  tersebut dapat  dikatakan  sebagai  harta  yang  diatur  dalam undang-undang yang berlaku secara yuridis-formal. Hal ini tampak jelas pada salah satu adanya bentuk  perlindungan  hak  khusus  bagi  pengarang  dan  penerbit  buku  yang dilindungi  oleh  pemerintah  melalui  Undang-undang No.19 Tahun  2002  tentang Hak Cipta. Demikian pula dengan hak penggunaan paten.[21]

Kebiasaan atau tradisi merupakan sesuatu yang berkembang dalam suatu masyarakat  tertentu  karena  ia  bersifat  dinamis. Suatu  hal  atau  materi  pada masyarakat  tertentu  tidak  dipandang  sebagai  harta,  namun  pada  masyarakat lainnya hal sama bisa dipandang sebagai harta. Akan tetapi, dengan adanya hak ekonomi  pada  hak  atas  kekayaan  intelektual,  maka  Islam  mengakui  bahwa usaha untuk memperoleh hak tersebut merupakan salah satu usaha yang halal untuk  mendapatkan  harta  atau rezeki  yang  merupakan  objek  pemilikan,  sehingga usaha tersebut benar-benar bermanfaat untuk kesejahteraan pribadi dan masyarakat umum serta negara.[22]

Salah  satu  hak  khusus  yang  melekat  pada seseorang  yang  dengan  akal pikiran  dan  kreativitasnya  menghasilkan  suatu  ciptaan  atau  kreasi  adalah  hak ekonomi (economic rights). Hak secara ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas suatu kekayaan intelektual. Sebab HAKI adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut dapat berupa keuntungan sejumlah  uang  yang  diperoleh  karena  adanya  penggunaan  sendiri  atau  karena penggunaan  pihak  lain  berdasarkan  lisensi  atau surat perjanjian  yang  telah ditentukan  oleh  kedua  belah  pihak.  Hak  ekonomi  itu  harus diperhitungkan karena  hak  kekayaan  intelektual  dapat  dipergunakan  oleh  pihak  lain  dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan yang luar biasa banyaknya jika maksimal, sehingga hak atas kekayaan intelektual adalah objekatau bisa dikatakan modal dan bahkan sumber daya yang sangat potensial untuk menarik keuntungan.[23]

Keuntungan ekonomi tersebut merupakan kekayaan (hak milik) seseorang yang dapat mengakibatkan timbulnya kebebasan bagi pemiliknya untuk memetik  manfaat,  mengembangkan,  memelihara,  mengalihkan  dan  bahkan  memusnahkannya. Pemilik tersebut dapat memanfaatkan sendiri haknya dan dapat pula mengalihkan  pemanfaatannya  pada  pihak  lain.  Apabila  pemanfaatannya  dialihkan  kepada  pihak  lain,  maka  menurut  hukum  pengalihan  tersebut  harus  dilakukan dengan pemberian lisensi (izin tertulis), yang harus didaftarkan terlebih dahulu.  Dalam  lisensi  tersebut  harus  ditentukan  kewajiban  pokok  para  pihak. Pemilik  mengalihkan  pemanfaatannya  kepada  penerima  lisensi  dengan  menerima  royalti,  sedangkan  pemegang  lisensi  membayar  royalti dengan menerima keuntungan  ekonomi  dari  hasil  penggunaan  hak  atas  kekayaan  intelektual tersebut.

Selain HAKI sebagai objek perdagangan yang menghasilkan nilai ekonomi tinggi, hal tersebut dapat beralih ataupun dialihkan, yaitu dengan cara pewarisan, hibah,  wasiat,  atau  cara-cara  lain  yang  diakui  oleh  undang-undang.  Dengan demikian,  pengakuan  dan  penumbuhan  aturan  terhadap  HAKI  dalam  hukum Islam  sangat  diperlukan  untuk  menumbuhkan  sikap  penghargaan,  penghormatan dan perlindungan terhadap HAKI. Karena sikap-sikap tersebut tidak hanya memberikan rasa aman tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan  semangat  untuk  menghasilkan  karya-karya  yang  lebih  besar,  lebih baik, dan lebih banyak.[24]

  1. Sanksi Hak Cipta dalam perspektif hukum Islam

Islam sebagai agama yang mempunyai pedoman al-Qur’an dan Sunnah telah mengatur atau menjelaskan bagaimana seseorang menghargai hasil cipta atau karya orang lain. Hukum Islam memandang tindakan seseorang yang melanggar hak cipta hanyalah sebatas domain halal atau haram. Halal dalam arti sah untuk dilakukan, sedangkan haram, sebaliknya, dilarang keras untuk dilakukan. Karena itu kepada pelanggaranya dikatakan telah berbuat dosa dan akan mendapat siksa kelak di akhirat.[25]

Di dalam ajaran Islam terhadap larangan mencuri, hukum mencuri telah ditegaskan dalam kitab suci al-Qur’an terdapat pada Surah al-Maidah, 5:38 yang artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai)  pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha perkasa dan Maha bijaksana.”[26]

Dalam kaitan ini Nabi Muhammad saw sendiri sangat tegas menjatuhkan hukuman kepada siapapun saja yang terbukti melakukan pencurian, sebagai sabdanya: “Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (Riwayat Bukhari).[27]

Ketegasan aturan mengnai perbuatan “mencuri” ini menunjukkan pengakuan Islam mengenai hak milik yang harus dihormati oleh setiap orang. Bagaimanapun hak hak milik harus dilindungi dan perlu diatur perpindahannya secara adil. Di dalam Islam, mencuri bukan hanya dianggap merugikan orang dicuri secara individual, namun juga secara sosial dalam arti luas atau bahkan juga menciderai nilai itu juga termasuk mendhalimi Allah swt karena dianggap tidak mematuhi larangannya.[28]

Hukum potong tangan terhadap orang yang mencuri yang biasa di berlakukan di Negara-negara yang berasaskan Pancasila. Di Indonesia sendiri karena tidak berasaskan Islam maka jika terjadi pencurian hanyalah dikenakan aturan hukum positif yang berlaku yang bersumber dari KUHPidana.[29]

Hak cipta dalam pandangan Islam adalah hak kekayaan yang harus mendapat perlindungan hukum sebagaimana perlindungan hukum terhadap harta milik seseorang.[30] Kalangan ulama kontemporer bersepakat bahwa hak-hak cipta itu menurut syariat terpelihara. Para pemiliknya bebas memperlakukan hak cipta itu sekehendak mereka. Tak seorangpun yang berhak melanggarnya, namun dengan syarat, jangan sampai dalam karya-karya tulis itu ada yang melanggar syariat Islam yang lurus. Itulah yang menjadi keputusan akhir dari lembaga pengkajian fikih Islam yang lahir dari organisasi konferensi Islam pada pertengahan kelima di Kuwait tahun 1409 H, bertepatan dengan tahun 1988 M.[31] Islam melarang terhadap perbuatan pencurian yang dalam hal ini bisa dicontohkan seperti praktik pembajakan dan penggandaan karya tulis yang sering terjadi di Indonesia. Perbuatan itu jelas merupakan tindakan pidana menurut hukum Islam.[32]

BAB IV

Kesimpulan

  1. Hak Cipta dalam pandangan Islam

Islam telah mengakui adanya hak cipta yang berkaitan dengan intellectual property. Untuk memperkuat eksistensi hak atas kekayaan intelektual ini maka digunakanlah dasar hukum ‘urf. Beberapa ulama sendiri telah menerangkan tentang eksistensi keberadaan HAKI salah satunya DR. Wahbah Zuhayli yang menyebut istilah HAKI dengan istilah haqqul Ibdā‘ atau haqqul Ibtikār.

  1. Ketentuan sanksi pelanggaran dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan hukum Islam mengenai Hak Cipta

Dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta sanksi bagi pelanggarannya adalah dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Sedangkan sanksi pelanggaran hak cipta bagi hukum Islam adalah potong tangan seperti hadist Nabi yang artinya :  “Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (Riwayat Bukhari)

Daftar Pustaka

Al- Qur’an al- Karim, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2011)

al-Muslih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam,   (Jakarta: Darul Haq, 2008)

Arief, Abd. Salam. Konsep Al-Mal Dalam Perspektif Hukum Islam: Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha), Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003

Djakfar, Muhammad. Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundang Nasional dengan Syariah, Malang: UIN Malang Press, 2009.

Margono, Amir dan Suyud. Angkasa  Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Grasindo, 2002)

Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009)

Musyafa’,M. Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Islam, Al- Iqtishad; Vol. V, No. 1, Januari 2013

Qaradhawi, Yusuf. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, diterjemahkan oleh Abdul Hayyi Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Inssani Press, 1998)

Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996)

Soelistyo, Henry. Plagiarisme pelanggaran Hak Cipta dan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2011)

Syafrinaldi. Sejarah Dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Al-   Mawarid Edisi IX Tahun 2003

Tanya- Jawab UU No. 19/2002 Tentang Hak Cipta Lengkap dan Terpadu dengan  Jawabannya, Cet. 1 (Semarang: Dahara Prize, 203).

Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Wazan, Amin. Pelanggaran Hak Cipta (Studi Komparatif Undang- Undang Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dengan Hukum Islam), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.

Zuḥaylī, Wahbah. Al Muamalah Al Māliyah Al Mu’āṣiroh, (Dimsyaq: Dārul Fikr, 2008)

Evaluasi :

-Banyak narasi tidak baku.

-Pada kesimpulan dilarang mengutip pola pikir tokoh. Sdh harus dari pendapat penulis.

[1] Syafrinaldi, Sejarah Dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Al- Mawarid Edisi IX Tahun 2003, hlm. 6

[2] Amin Wazan, Pelanggaran Hak Cipta (Studi Komparatif Undang- Undang Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta Dengan Hukum Islam), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hlm 3.

[3] Henry Soelistyo, Plagiarisme pelanggaran Hak Cipta dan Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm 150.

[4] Pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Lebih lanjut pada ayat 2 dan 3 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama- sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

[5] Tanya- Jawab UU No. 19/2002 Tentang Hak Cipta Lengkap dan Terpadu dengan Jawabannya, Cet. 1 (Semarang: Dahara Prize, 203), hlm. 30-31.

[6] Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal ayat (1 dan 2). Hlm 3-4

[7] Ibid. Hlm 19.

[8] Wahbah Zuḥaylī, Al Muamalah Al Māliyah Al Mu’āṣiroh, (Dimsyaq: Dārul Fikr, 2008), hlm. 580

[9] Abd. Salam Arief, Konsep Al-Mal Dalam Perspektif Hukum Islam: Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha), Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003, hlm 54.

[10] Al- Qur’an al- Karim, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2011), hlm 84.

[11] Abd. Salam Arief, Konsep Al-Mal Dalam Perspektif Hukum Islam…., hlm 54.

[12] Ibid., hlm 55

[13] Yusuf Qaradhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, diterjemahkan oleh Abdul Hayyi Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Inssani Press, 1998), hlm. 90.

[14] M. Musyafa’, Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Islam, Al- Iqtishad; Vol. V, No. 1, Januari 2013, hlm. 46

[15] Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hlm. 85.

[16] M. Musyafa’, Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Islam… , hlm. 46

[17] Ibid, hlm. 47.

[18] Ibid,

[19] Ibid

[20] Ibid

[21] Ibid

[22] Ibid, hlm. 48

[23] Ibid.

[24] Suyud dan Amir Angkasa Margono,  Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 5.

[25] Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 251-257.

[26] Ibid.

[27] Ibid.

[28] Ibid.

[29] Ibid. Pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KHUP yaitu: “Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

[30] Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syariah, Malang: UIN Malang Press, 2009. Hlm. 257.

[31] Shalah ash-Shawi dan Abdullah al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2008), hlm. 315.

[32] Muhammad Djakfar. Opcit, hlm. 257

REVIEW “MEMBANGUN KOMUNIKASI DAN MENEJEMEN KONFLIK KELUARGA” Oleh Ust. Agus Hamid H

Standar
REVIEW “MEMBANGUN KOMUNIKASI DAN MENEJEMEN KONFLIK KELUARGA” Oleh Ust. Agus Hamid H

Klinik Nikah 22 Oktober 2016, Ponorogo

REVIEW “MEMBANGUN KOMUNIKASI DAN MENEJEMEN KONFLIK KELUARGA” Oleh Ust. Agus Hamid H

Dalam berumah tangga, kita pastinya akan menghadapi permasalahan – permasalahan dengan pasangan kita. Permasalahan ini bisa dikarenakan pendapat kita yang tidak sesuai dengan pendapat dia atau karena ada faktor orang ketiga. Berikut ini merupakan indikator- indikator terjadinya konflik dalam pernikahan antara lain :

  1. Masalah penyesuaian diri
  2. Kebiasaan diri sebelum menikah. Contoh suami suka traveling dan istri suka shopping.
  3. Harapan terhadap pasangan terlampau berlebihan
  4. Pengaruh kejadian di masa lalu
  5. Perbedaan persepsi dalam rumah tangga

images

Solusi dari permasalahan diatas adalah :

  • Keterbukaan, ta’aruf, dan Musyawarah

Dalam berumah tangga sangat dibutuhkan saling keterbukaan antara suami dan istri. Kurangnya keterbukaan dalam rumah tangga dapat menimbulkan pikiran negatif dan berburuk sangka kepada istri/ suami kita.

Ta’aruf atau biasa kita pahami dengan pengenalan seharusnya selalu dilakukan terus- menerus oleh pasangan suami istri. Meskipun dia sudah 10 tahun menikah. Bukan hanya dilakukan sebelum menikah.

Ada hal yang menarik antara proses ta’aruf dengan proses pacaran. Ketika pacaran laki- laki mencoba berusaha menjadi seorang bak pangeran dimata sang kekasih. Begitu juga si perempuan yang berusaha menjadi puteri di hadapan pacarnya. Dan setelah menikah mereka malah meninggalkan kebiasaan ini. Mereka meninggalkan kebiasaan menjadi Mr/Mrs perfect dihadapan pasangannya. Mereka meninggalkan kebiasaan ingin menjadi lebih baik dihadapan pasangannya. Sedangkan nikah yang didasari dengan ta’aruf maka setelah menikah suami/ istri akan mencoba menjadi lebih baik dihadapan pasangannya. Karena masa- masa pengenalan mereka belum dihabiskan dimasa pacaran.

11241874_1590926191155660_57146720_n.jpg

  • Memulai terlebih dahulu

Tahukah anda jika kebisaan Rasulullah kepada istrinya salah satunya adalah memberikan minuman terlebih dahulu kepada istrinya. Kebiasaan untuk mencoba memulai terlebih dahulu ini dapat dipraktekkan disemua kegiatan dalam rumah tangga. Tidak terkecuali dalam meminta maaf. Meskipun meminta maaf terlebih dahulu agak berat tapi dengan cara ini, permasalahan rumah tangga  dapat lebih cepat terselesaikan.

 

  • Tidak mengabaikan hal- hal kecil

Beberapa hal- hal kecil yang kita anggap sepele tetapi menjadi amazing dimata pasangan:

  • Sering memberikan kejutan- kejutan
  • Jangan meyetir suami di depan umum, contoh : abi gimna sih kayak gitu aja gak bisa dikerjain?…
  • Jangan membentak / menegur istri di depan umum, contoh : umiii salah kalau kayak begini…. ,
  • Memuji terhadap hal- hal yang dianggap sepele, contoh : umi cantik banget make baju ini

 

  • Perlombaan mengalah

Meskipun dimata laki- laki mengalah terlebih dahulu itu agak susah dilakukan tetapi dengan kita mencoba mengalah terlebih dahulu maka akan mempercepat masalah terselesaikan. Meskipun itu bukan salah kita.

Larangan yang dilakukan ketika sedang mengalami situasi marah- marahan :

  • Jangan curhat permasalahan keluarga ke sahabat meskipun itu sahabat paling terpercaya sekalipun. Karena itu aib
  • Jangan memperlihatkan perselisihan di depan anak
  • Jangan menceritakan permasalahan kita di medsos
  • Jika permasalahan belum dapat diselesaikan dengan cara baik- baik dan usaha sendiri maka datanglah ke ulama, jika belum selesai juga cobalah ceritakan permasalahan ke kedua orang tua suami dan istri. Bukan hanya orang tua dari pihak istri/ suami saja tapi keduanya. Dan cara menceritakan permasalahnnya ke mereka harus dengan kehadiran suami dan istri yang bermasalah (datang berrdua).

 

  • Kembalikan semuanya kepada Allah

Dalam penyelesaian permasalahan rumah tangga, jangan lupa untuk berdoa dan minta petunjuk kepada Allah swt. Berdoa bersama- sama dengan tujuan yang sama dapat mempermudah dan mempercepat terkabulnya doa tersebut contoh : suami dan istri berdoa ingin beli mobil pada tahun 2017.

 

 

Catatan :

  • untuk para lelaki yang nantinya menjadi suami!!!

Ketika istri menangis maka sikap kita adalah jangan memarahi, tapi tenangkan. Menagisnya wanita itu karena dia bingung ingin melakukan apa lagi… maka tenangkanlah.

  • Ketika kita dalam situasi marah- marahan bersama pasangan cara untuk menjelaskan permasalahnnya bisa dengan tulisan lewat sms atau surat.

Menjelaskan alasan lewat tulisan itu lebih efektif dibanding bicara langsung (dalam situasi marah- marahan) karena dari tulisan kita bisa meluapkan apa yang ada dipikiran kita tanpa emosi.

  • Suami merupakan pemimpin dan istri adalah manajer, maka pendapatan pasangan seharusnya open manajemen.
  • Perempuan paling suka mengelola keuangan maka berikan dia kesempatan untuk mengelolanya.

كان و أخواتها

Standar
كان و أخواتها

المقدمة

تعرف كان وأخواتها  أيضا بأنها ناسخة ، ويقصد بالنواسخ لغة : إزالة الشيء ، ونسخه .واصطلاحا : ما يدخل على الجملة الاسمية من الأفعال فيرفع المبتدأ ، ويسمى اسمه ، وينصب الخبر ويسمى خبره ، وهي بذلك تحدث تغييرا في الاسم ، وفي حركة إعرابه

تدخل كان على المبتدإ و الخبر ، فترفع الأول و يسمى اسمها وتنصب الثانى و يسمى خبرها  مثل كان فيما تقدم ، وصار ، و ليس ، و أصبح ، و أمسى ، و أضحىى ، و ظلّ ، و بات، وتسمى ، و هذه الأفعال أخوات كان .

لكل فعل من هذه الأفعال مضارع و أمر يعملان عمل الماضى إلّا ( ليس ) فلا يأتى منها مضارع ولا أمر .وفي هذا الوقت نحن سننقش جمعة عن كان وأخوتها : من التعريف ، أخوات كان و الأمثلة ، و تقسيم كان و أخوتها ،و عملية إثم كان

البحث

  1. تعريف ” اسم كان”

إسم كان هو كل مبتدأ تدخل عليه كان أو إحدى أخوتها (( وإسم كان يكون دائماً مرفوعاً ـ. مثل : كان زيدً قائماً ( زيد :إسم كان  مرفوع بالشمة ) .[1]تعريفه : هو كل مبتدأ تدخل عليه كان ، أو إحدى أخواتها .حكمه : الرفع دائما . نحو : كان الجو صحوا .فـ ” الجو ” اسم كان مرفوع بالضمة ، و ” صحوا ” خبرها منصوب بالفتحة .ـ ومنه قوله تعالى : { وكان الله بكل شيء مخيطا } .وقوله تعالى : { كان أكثرهم مشركين }.[2]

تعرف كان وأخواتها  أيضا بأنها ناسخة ، ويقصد بالنواسخ لغة : إزالة الشيء ، ونسخه .

واصطلاحا : ما يدخل على الجملة الاسمية من الأفعال فيرفع المبتدأ ، ويسمى اسمه ، وينصب الخبر ويسمى خبره ، وهي بذلك تحدث تغييرا في الاسم ، وفي حركة إعرابه .[3]

كان وأخواتها أو الأفعال الناقصة (وإنما سمّيت ناقصة لأنها لا تكتفي بمرفوعها، أي لا تتمّ الفائدة بها وبالمرفوع بعدها، بل تحتاج مع المرفوع إلى منصوب) في اللغة العربية، أخوات كان هي أصبح، أضحى، ظل، أمسى، بات، ما برح، ما انفك، ما زال، ما فتئ، ما دام، صار وليس.[4]

  1. اخوات كان و الامثل

أخوات كان هى :

– أصبح – أضحى – ظلً – أمسى – بات – ( للتوقيت )[5]

مثل :أصبحت الشجرة مثمرة .

أضحى المهندسون مهتمين بعملهم .

ظل العامل مكباً على عمله

أمست السماء ممطرة

بات النجم لامعاً

  • صار ( للتحويل )

مثل : صار القطن نسيجاً .

  • ليس ( للنفي )

مثل : ليس النجاح سهلا

  • مازال – مابرح – ماأنفك – مافتىء ( للإستمرار )

مثل : مازال السلام أملا محبباً

مابرح الصار وخان منطلقين إلى القمر

  ما انفك الطفل نائماً

  • مادام ( لبيان المدة )

مثل : لا تعبر الشارع ما دامت الإشارة حمراء[6]

  1. تقسيم كان و اخواتها

تنقسم كان وأخواتها إلى قسمين :

الأول : ما يرفع المبتدأ بلا شروط وهي : ـ

كان ـ ظل ـ بات ـ أضحى ـ أصبح ـ أمسى ـ صار ـ ليس

 تنبيه : هناك أمور عامة تشترك فيها جميع الأفعال الناسخة يجب مراعاتها منها :

أ. يشترط في عملها أن يتأخر اسمها عنها

ب. .ألا يكون خبرها إنشائيا

ج. ألا يكون خبرها جملة فعلية فعلها ماض ، ماعدا ” كان ” فيجوز معها ذلك .

د.ـ لا يصح حذف معموليها معا ، ولا حذف أحدهما ، إلا مع “ ليس “ فيجوز حذف خبرها ، وكذلك “ كان “ فيجوز في بعض أساليبها أنواع من الحذف سنذكرها لاحقا .

الثاني : ما يرفع المبتدأ بشروط ، وينقسم إلى قسمين .

ـ ما يشترط في عمله أن يسبقه نفي ، أو شبهه وهي :

زال ـ برح ـ فتئ ـ انفك

ويكون النفي إما لفظا . نحو : ما زال العمل مستمرا .ـ ومنه قوله تعالى : { فما زلتم في شك } .

أو تقديرا . نحو قوله تعالى : { تالله تفتؤ تذكر يوسف }.ولا يقاس حذف النفي إلا بعد القسم كما في الآية السابقة ، وما ورد منه في أشعار العرب محذوفا بدون الاعتماد على القسم فهو شاذ .[7]

و تنقسم كان و أخوتها – بالنظر إلى تصريفها – ثلاثة أقسام :

  1. أفعال يأتي منها مضارعها و أمرها عمل الماضى و هي :

( كان ، أصبح ، أضحى ، ظل ، بات ، صار )

مثل : يظل العامل مكبًا على عمله ( مضارع )

       كونو يداً واحدة ( أمر )

ويجوز أن يسبق هذه الأفعال حرف نفى

مثل : ماكان زيد قائماً

       لم تصبح الشجرة مثمرة .

  1. أفعال يأتى منها المضارع فقط و لا يأتى منها الأمر فقط ، و يعمل المضارعها عمل الماضى ( وهى أفعال الإستمرار : مازال – مابرح- ما انفك- ما فتىئ ) و تكون داءماً مسبوقة بحرف نفى .

مثل : لايزال السلام أملا محبباً .

        لم ينفك الطفل يبكى .

  1. فعلان جامدان لا يأتى منهما مضارع ولا أمر ( وهما : ليس و مادام ). و تسمى (( ما )) التى تسبق دام بما المصدرية الظرفية و يشترة في (( مادام )) أن يسبقها جملة .

مثل : لن ينتصر العدو ما دام التعاون قائما.[8]

 

  1. عملية “اسم كان “

بجانب ترفع الاسم و تنصب الخبر, يجوز أن تستعمل كان و أخوتها ( فيما عدا فتىء وزال و ليس ) كأفعال تامة ( أى غير ناقصة ) . و المراد بالتام ما يكتفى بفاعله ولا يحتاج إلي خبر .

مثل : سأتابع أخباره أينما كان ( كان هنا بمعنى وجد ) .

(( ألا إلي الله تصير الأمور )) ( تصير هنا بمعنى ترجع ).

أوتْ الطيور إلي عشاشها وباتت ( باتت بمعنى دخلت في الليل ).قد تأتي ( كان زائدة ).

. قد يحذف حرف النون من فعل كان المضارع المجزوم وذالك تخفيفا لكثرة الإستعمال .

مثل : لم يكٌ ( بدلا من لم يكن ).. نظراً لأن اسم كان هو في الأصل مبتدأ قبل أن تدخل عليه كان أو إحدى أخواتها . لذا فإن   (( اسم كان )) يكون :

ا. إما اسماً معرباً كما في الأمثلة السابقة .

ب . أو اسماً مبنياً ( ضميراً ، أو إسم إشارة ، أو إسما موصولا ، الخ….)

مثل : أصبحت متفائلا ( أصبحت : أصبح فعل ماض ناقص و التاء ضمير مبني في محل رفع اسم أصبح ) .

أمسى هذا المريض مستريحاً ( هذا اسم إشارة مبني في محل رفع اسم أمسى ).

( وسيأتى شرح ذالك عند دراسة الإسم المبنى في الفصل التالى ) .[9]

 وعمل “اسم كان”الأول ما يكون فعلا تاما ، والثاني ناقصا .فالفعل التام هو : ما يكتفي بمرفوعه ، ويكون بمعنى وجد ، أو حصل ـ نحو قوله تعالى : { وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة}.[10]وتسمى كان وأخواتها بالأفعال الناقصة لأنها تحتاج إلى خبر ليتم معنى الجملة . كما تسمى أيضا بالأفعال الناسخة لأنها تغير حكم الخبر.

المعنى في حالة النقصان                                     المعنى في حالة التمام

كان : تفيد اتصاف الاسم بالخبر في الزمن الماضي .          بمعنى وجد ، أو حصل .

أمسى : اتصاف الاسم بالخبر في المساء .                      دخل في المساء .

أصبح : اتصاف الاسم بالخبر في الصباح .                     دخل في الصباح .

أضحى : اتصاف الاسم بالخبر في الضحى .                     دخل في الضحى .

ظل : اتصاف الاسم بالخبر في النهار .                             بمعنى بقي .

صار : تحول الاسم من صفة إلى صفة .                            رجع ، أو انتقل .

بات : اتصاف الاسم بالخبر في الليل .                              دخل في الليل .

ما دام : بيان مدة اتصاف الاسم بالخبر .                             بمعنى بقي .

ما برح : تفيد الاستمرار .                                           ذهب ، أو فارق .

ما انفك : تفيد الاستمرار .                                           انحل ، أو انفصل .[11]

و في أمور آخرى , تعتبر أفعال المقاربة والرجاء و الشروع من أخوات كان . و هذه الأفعال هى :

كاد – كرب – أوشك – ( للمقاربة )

عسى – حرى – أخلولق – ( للرجاء ) .

شرع – أنشأ – أخذ – طفق – جعل – هبَّ ( للشروع )

وهذه الأفعال ترفع المبتدأ و تنصب الخبر ، ويكون خبرها دائماً جعلة فعليه فعلها مضارع .

مثل : كادت الشمس تشرق ( الشمس اسم كاد مرفوع بالضمة – تشرق : جعلة فعلية خبر كاد). ويقترن خبر هذه الأفعال ب (( أنْ )) علي النحو الآتى :

  • وجوباً مع حرى و أخلولق ( حرى و أخلولق معنا هما هو نفس معنى (( عسى ))

مثل : حرى ( أخلولق ) الطب أن يعالج الأمراض المستعضية .

  • و كثيراً : مع عسى و أسوك .

مثل : عسى الرجاء أن يدوم .

( عسى أن تكر هو اشيئاً ويجعل الله فيه خيراً كثيراً )

أو شك الليل أن ينجلى

  • قليلا : مع كاد وكرب .

مثل : كادت الأزمة أن تنفرج .

  • ويمتنع اقترانه ب ( أن ) مع جميع أفعال الشروع .

مثل : أخذ الأولاد يلعبون – هبت الطيور تغرَّد .[12]

الاستنباط

تدخل كان على المبتدإ و الخبر ، فترفع الأول و يسمى اسمها وتنصب الثانى و يسمى خبرها [13].مثل ” كان محمد نائما ” و اخوات كان هي صار ، و ليس ، و أصبح ، و أمسى ، و أضحىى ، و ظلّ ، و بات.لكل فعل من هذه الأفعال مضارع و أمر يعملان عمل الماضى إلّا ( ليس ) فلا يأتى منها مضارع ولا أمر .

وتسمى كان وأخواتها بالأفعال الناقصة لأنها تحتاج إلى خبر ليتم معنى الجملة . كما تسمى أيضا بالأفعال الناسخة لأنها تغير حكم الخبر ولكنّيجوز أن تستعمل كان و أخوتها ( فيما عدا فتىء وزال و ليس ) كأفعال تامة ( أى غير ناقصة ) . و المراد بالتام ما يكتفى بفاعله ولا يحتاج إلي خبر .

مثل : سأتابع أخباره أينما كان ( كان هنا بمعنى وجد ) .

images.jpg

جريدة المراجع

أمين, مصطفى. علم النحو. دار السلام للطباعة. كونتور. د.س.

نعمة, فؤاد. ملخص قواعد اللغة العربية. دار الثقافة الاسلامية. بيروت. د.س

http://ar.wikipedia.org/wiki

http://www.drmosad.com/index31.htm

[1]نعمة, فؤاد. ملخص قواعد اللغة العربية. دار الثقافة الاسلامية. بيروت. د.س. ص.35

في التاريخ 10 من مارس الساعة العاشرة ليلا. http://www.drmosad.com/index31.htm%5B2%5D

[3] نفس المرجع

في التاريخ 10 من مارس الساعة العاشرة ليلاhttp://ar.wikipedia.org/wiki[4]

[5]نعمة, فؤاد. ملخص قواعد اللغة العربية. دار الثقافة الاسلامية. بيروت. د.س. ص35

[6]نفس المرجع

[7]http://ar.wikipedia.org/wikiفي التاريخ 10 من مارس الساعة العاشرة ليلا

[8]نعمة, فؤاد. ملخص قواعد اللغة العربية. دار الثقافة الاسلامية. بيروت. د.س. ص37

[9]نفس المرجع.

[10]http://ar.wikipedia.org/wikiفي التاريخ 10 من مارس الساعة العاشرة ليلا

[11]نفس المرجع

[12]نعمة, فؤاد. ملخص قواعد اللغة العربية. دار الثقافة الاسلامية. بيروت. د.س. ص37

[13]أمين, مصطفى. علم النحو. دار السلام للطباعة. كونتور. د.س. ص.60

مذهب القدرية

Standar
مذهب القدرية

المقدمة

كان المسلمون الأوائل أمة واحدة تتحد بعضهم بعضا في الجماعة الاسلامية، ولم يكن بينهم الخلاف الديني، لأنهم إذا طرأت عليهم المسألة يرجعون إلي النبي فينتهي الأمر. و بعد أن توفي النبي صلي الله عليه و سلم، نشأ الخلاف بين المسلمين في أمر الخلافة، ثم نشأ الخلاف أيضا في قضية مرتكبي الكبيرة، أهو مؤمن أم كافر؟ فاختلف المسلمون فيها اختلفا شديدا، فنشأ بأثرها الفرق و المذاهب الإسلامية. و لكن المهم كان الخلاف بين علي بن أبي طالب و معاوية بن أبي سفيان في المسألة الخلافة فانتهي الأمر إلي عزل علي عن الخلافة الحق، و انتقال الخلافة إلي المعاوية. و هذا الأمر الذي يؤدي إلي تكفيرهما و جماعتهما من قبل الخوارج.

و من الفرق الإسلامية المخطئة كمذهب القدارية، و الخوارج، و الجبرية، و الشيعة و غير ذالك. وفي هذا البحث سنتعلم عن آراء مذهب القدرية.

  1. تعريف مذهب القدرية

هذا المذهب أسسه غيلان الدمشقي ومعبد بن الجهمى وكان مروان مولى لعثمان بن عفان, وهو فى دهره العالم والزاهد وكثير الدعاء إلى الله وتوحيده وعدله.

سبق أن قلنا إن في هذا العصر “عصر بني أمية” نشأ مذهبان متقابلان في الرأي أي في حكم علي أفعال الإنسان: أحدهما يقول: “إن الإنسان مجبور لا اختيار له”, وهو المذهب الجبر و صاحبه (جهم بن صفوان) وثانيها يقول: “إن الإنسان مختار في أفعاله حر الإرادة”, وهو مذهب الاختيار, وصاحبه غيلان الدمشقي, ولقد فرعنا من الكلام علي أصل نشأة مذهب الجبر وصاحبه جهم, والآن نريد أن نتحدث عن نشأة مذهب الاختيار وصاحبه “غيلان”.[1]

  1. آراؤه مذهب القدرية

أما آراؤه الكلامية فإنه كان يقول باختيار أي أن العبد قادر على أفعال نفسه فهو الذي يأتى الخير بإرادته و قدرته و يترك الشر أو يفعله باختيار أيضا و ليس للقدر سلطان عليه. و لقوله هذا ابن المرتضى من الطبقة الرابعة للمعتزلة.  و مصدرهم من هذه الفقرة هي السورة المدثر الأية 38 : كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ.[2]

  وأما رأيه في الإيمان : فإنه كان يذهب فيه إلى الرأي المرجئة أي الإيمان هو المعرفة والإقرار بالله تعالى و رسوله عليه الصلاة والسلام .و كل ما لا يجوز فى العقل أن يفعله, وما جاز فى العقل تركه فليس من الإيمان .أي أن العبد إذا حقق الإيمان بالقول و المعرفة , فلا يكون مطالبا بعد هذا بالعمل إلا على سبيل التراخى, و أن هذا التراخي في العمل يضر إيمانه, لأنه تحقق بالقول والمعرفة.

رأي القدرية في مرتكب الكبيرة كرأي المرجعة وأما المرجئة فقد أخطؤوا في حكم صاحب الكبائر لأنّه  يؤخر حكم صاحب الكبائر إلي يوم القيامة بأشهر كلامهم لا تضر مع الإيمان معصية كما لا تنفع مع الكفر طاعة. و إذا كان الأمر كذالك فالعدالة الإلهيّة فيما يتعلق بنظام لجزاء الثواب والعقاب في الشريعة الإسلاميّة لا تجري كما يرام. بخلاف قول الله تعالي : فمن يعمل مثقال ذرّة خيرا يره و من يعمل مثقال ذرة شرّا يره.[3]

وأما رأيه فى القرآن : فهو كرأي جهم فى القرآن مخلوق وليس قديما . و أما رأيه فى الصفات : وهو مثل المعتزلة فى الذهاب إلى النفي الصفات الثوبية, كالعلم, والقدرة, والإرادة أي أن هذه الصفات عين الذات وليست غيرها ولذا دعاه الأشاعرة “بالتعطيل” و أما المعتزلة فإنهم يقولون “إنه كان يقول بالتوحيد الله وعدله, ومعنى التعطيل فى تعبير الأشاعرة نفي الصفات . وأما معنى التوحيد عند المعتزلة فهو عدم القول بأن الصفات الثبوتية غير الذات بل هي عينها.[4]

كان أهل السنة و الجماعة يعتقيدون القدر بالإيمان بالله، ولا يصح الإيمان بالقدر حتى يؤمن العبد بمراتب القدر الأربع وهي:

  • أن الله سبحانه وتعالى علم الأشياء كلها قبل وجودها بعلمه الأزلي وعلم مقاديرها وأزمانها وآجال العباد وأرزاقهم وغير ذلك كما قال تعالى (إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌimages) العنكبوت 64

  • أن الله سبحانه وتعالى كتب جميع الأشياء من خير وشر وطاعة ومعصية وآجال وأرزاق وغير ذلك كما قال تعالى (أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ) الحج 70

  • أن الله سبحانه وتعالى لا يوجد في ملكه ما لا يريد ولا يقع شيء في السماء والأرض إلا بمشيئته كما قال تعالى (لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ) التكوير 28-29

  • أن الله سبحانه وتعالى هو الخالق الموجد لجميع الأشياء من ذوات وصفات وأفعال فالجميع خلق الله سبحانه، وكل ذلك واقع بمشيئته وقدرته، فالعباد وأرزاقهم وطاعاتهم ومعاصيهم كلها خلق الله وأفعالهم تنسب إليهم فيستحقون الثواب على طيبها والعقاب على خبيثها، والعبد فاعل حقيقة وله مشيئة وله قدرة قد أعطاه الله إياها، والله سبحانه هو خالقه وخالق أفعاله، وقدرته ومشيئته.[5]

الإستنتاج

كان آراؤهم القدرية كآراء غيلان الدشقي، فآراء غيلان الكلامية هي

أولا  : القول بالاختيار

ثانيا  : الإيمان معرفة وقول وأن العمل ليس داخلا فيه .

ثالثا  : القول بخلق القرآن

رابعا : نفي الصفات الثبوتية

خامسا:إن الإمامة تصلح لغير القريشي

هذه هي آراؤه الكلامية التي يتفق فيها مع بعض أصحاب الكلام ويختلف فيها مع بعض الآخر ولهذا يعبر عنه مؤرخو الفرق بتعابر مختلفة.

فتارة يجعلونه من المعتزلي أو القدري وتارة يقولون إنه مرجئ لقوله في الإيمان بالقول والمعرفة دون العمل. وتارة يقولون إنه خوارجى لأن رأيه في الإمامة كرأي الخوارج.

التعليق  عن الهذا الفرقة

الحرية في اختيار الفعل يطلب مسؤولية المرء في عمله, لأن كل عمل يجزي إما الثواب و إما العقاب. ولكن القدرية ينسون بأن كثيرا من الناس الذين ارادوا النجاح فلم يتحققوا أملهم, و علي سبيل المثال كان الزوج يريد الولد فرزق بالبنت و يريد البنت فرزق بالولد, و يريد الولد و البنت فلم يرزق شيئا أي كان عمله غير موفق و هذا دليل واضح بأن الله تعالي لا يزال يتدخل في عمل المرء, و من هنا بطل رأي القدرية الذي ذهب إلي استقلال المرء المطلق في إيجاد الفعل.

 

مصادر البحث

القرآن الكريم

فتح الله زركشي أمل. علم الكلام التاريخ المذاهب الإسلامية وقضاياها الكلامية.     الناشر    : دارالسلام 2006

http://ilmualkalam.blogspot.co.id/2013/04/blog-post.html

http://www.al-tawhed.net

[1] علم الكلام التارخ المذاهب الاسلامية وقضاياها الكلامية, أمل فتح الله زركشى, ص:59

[2] القرآن الكريم،

[3] حكم مرتكب الكبيرة عند خوارج ، معتزلة، ومرجئة، وأهل السنة ilmu kalam:

http://ilmualkalam.blogspot.co.id/2013/04/blog-post.html أخذ في التاريخ 29 مارس 2016، 11:55 WIB

[4]  الزركشي, المصدر السابق،  ص: 61-63

[5] فرق مخالفة في التوحيد

http://www.al-tawhed.net/ferq/ShowCat.aspx?ID=15  أخذه في التاريخ 29 مارس 2016، 13:54 WIB

Mengenal Peradaban Barat

Standar
Mengenal Peradaban Barat

Alhamdulillah pada kajian Cios kali ini tepatnya pada tanggal 6 Oktober 2016, saya dapat mengikuti dan mendapatkan beberapa ilmu mendasar tentang peradaban barat yang Insha Allah saya akan paparkan ilmu tersebut secara tulisan dibawah ini.

Bentuk Peradaban Barat

oleh Ustadz. Rozali, S. Fil. I yang diringkas dan direview oleh Andika Satya Nugrahaimages

Definisi Peradaban

Prof. Dr. Koentjaraningrat berpendapat bahwa peradaban merupakan Bagian- bagian yang halus dan indah seperti seni. Sedangkan menurut Samuel P Huntington menyatakan bahwa peradaban adalah sebuah identitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur- unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi dari yang subyektif[1].

Ada perbedaan mendasar antara Peradaban Barat dengan Peradaban Islam. Di dalam Islam, unsur utama dalam pembentukan peradaban adalah Al-quran. Sedangkan dalam peradaban barat, agama merupakan salah satu unsur dari banyak unsusr pembentuk peradaban

Definisi Barat

Dalam definisinya tentang barat, beberapa menyatakan barat berdasarkan definisi  secara geografis dan definisi ideologis.

Definisi barat secara geografis adalah  yang membentang antara Eropa, Amerika Utara, dan Australia. Sedangkan Barat jika dilihat dari definisi Ideologi maka lebih kepada sebuah faham, ideologi, framework, worldview. Jika kita memahami barat sebagai ideologi, maka di Indonesia akan kita dapati banyaknya orang barat yang berhidung pesek, berkulit sawo matang yang menganut pandangan hidup hedonis, kemewah- mewahan. Banyak dari pemikir- pemikir Islam sendiri menyatakan bahwa barat merupakan Ideologi bukan geografis.

Sejarah Barat

Sejarah Barat terbentuk dari unsur- unsur. Asal usul unsur- unsurnya antara lain daiambil dari: Unsur kebudayaan Yunani Kuno, Unsur Romawi, Unsur Kristen dan Unsur Paganisme Eropa. Sedangkan dalam pembentukan peradaban, barat memiliki unsur- unsur yang antara lain : Sosial Kemasyarakatan, Politik, Budaya, dan Ekonomi.

Sifat Peradaban Barat

Bentuk dan kaedah dasar pemikiran Barat adalah berdasarkan a-prioriti[2] yang ditetapkan dengan a-posteriori. Al Attas sendiri telah menyimpulkan tentang penyebab barat mengapa berpikiran menggunakan metode ini menjadi beberapa kesimpulan yang antara lain :

  1. Karena Barat terlalu mengandalkan akal sebagai panduan kehidupan
  2. Dualisme dalam memahami kebenaran[3]
  3. Mempercayakan perubahan kepada sekularisasi / worldviewnya sekuler
  4. Adanya doktrin Humanisme[4]

The End of History or The End of West ???

Keberhasilan Barat menaklukkan rival ideologinya ( Monarkhi Henediter, Fasis, dan Komunis) mengakibatkan Barat merasa menjadi penguasa tunggal di puncak kekuasaan, dengan Ideologi Demokrasi Liberalnya. Barat mengasumsikan bahwa Ideologi Liberalnya adalah : Titik lahir dari evolusi Ideologi, bentuk final kepemerintahan modern, bentuk akhir dari kepemimpinan sejarah.

Mengapa Barat Sangat Paranoid dan Paradoks Terhadap Islam ???islamophobia-di-Barat-309iy7jzh66e74f8tyyakg.jpg

  1. Islam adalah peradaban yang selalu consist dan exist hingga saat ini[5].
  2. Kebangkitan Islam diatas pentas sejarah telah menantang dakwaan Agama Kristen sebagai Agama Universal bagi seluruh manusia.
  3. Karena Alquran menggugat dasar- dasar Agama Kristen yang menolak tuhan itu beranak dan diperanakkan.
  4. Alquran banyak menceritakan tingkah laku dan sikap tokoh- tokoh Agama Yahudi dalam meyelewngkan agama para Rosul dan Bani Israel.
  5. Islam telah banyak mengubah jiwa dan pola pikir orang Barat khususnya dalam bidanng Linguistic, Sosial, Budaya, Ekonomi dll.
  6. Taklukny beberapa wilayah Bizantium, India dan Afrika kepada Islam.

Teori Samuel The Clash of Civilization Antara Islam dan Barat

  1. Kebangkitan Islam yang memberi keyakinan akan keistimewaan dan ketinggian Islam
  2. Bertumbuhan Muslim sangat cepat dan besar
  • Adanya Globalisasi dalam Islam
  1. Islam musuh bersama barat
  2. Anti toleransi terhadap muslim

Bagaimana Sebaiknya Kita Meyikapi Barat ???

  1. Bersikap Kritis tidak latah[6].
  2. Memperkuat pemahaman Agama
  3. Tidak Apatis dan Skeptis
  4. Know Your Enemy
  5. Istiqomah dalam beramal
  6. Hindari Wahn

 

[1] Maksud dari identifikasi yang subyektif adalah contohnya Fir’aun. Fir’aun merupakan salah satu bukti subyektif peradaban.

[2] A-priori adalah menganalisa suatu masalah sebelum mengetahui kebenaran masalah tersebut, menetapkan sesuatu sebelum tau kebenarannya.

[3] Terkadang mereka menyatakan kebenaran itu absolut, terkadang relativisme

[4] Humanisme merupakan nilai- nilai yang diambil berdasarkan nilai kemanusiaan. Humanisme merupakan kajian klasik yang nantinya menghasilkan pemikiran liberalisme, sekularisme, dan lain- lain.

[5] Dikutip dari perkataan Ustadz. Dr. Dihyatun Masqon, M.A.

[6] Tidak latah artinya tidak serta merta menerima semuanya dari apa yang datang dari barat.

Konsep Dasar Pengawasan Dalam Islam

Standar
Konsep Dasar Pengawasan Dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Pengawasan merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Adanya pengawasan agar menjamin terlaksananya sebuah kegiatan dengan konsisten, sehingga tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai dengan baik. Pengawasan dalam Islam mempunyai karakteristik antara lain: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencanaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman. Inilah yang membedakan antara pengawasan Islam dan pengawasan Barat.

Dalam perbankan yang berlebelkan syariah sendiri pengawasan sangat dibutuhkan agar bank tersebut tetap berdiri atas dasar syariah. Dalam makalah ini kita akan mempelajari tentang dasar dari pengawasan serta pihak pengawas yang berperan di Bank Syariah yang bertanggung jawab atas kesyariahan bank tersebut.

 

  1. Rumusan Masalah

Setelah melihat apa yang terjadi diatas maka kami menyusun rumusan masalah yang berkaitan dengan judul pembahasan kita kali ini. Antara lain:

  • Apa saja ayat- ayat Alquran yang mendasari kegiatan pengawasan dalam Islam?
  • Apa saja hadist- hadist yang mendukung pengawasan dalam Islam?
  • Apa itu Dewan Pengawas Syariah?
  • Apa peran penting dari terbentuknya Dewan Pengawas Syariah?
  • Apa saja syarat wajib anggota Dewan Pengawas Syariah?

 

  1. Tujuan Penulisan

Dibuatnya makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui tentang :

  • Mengetahui Ayat- ayat Alquran yang mendasari kegiatan pengawasan dalam Islam
  • Mengetahui Hadist-hadist yang mendukung pengawasan dalam Islam
  • Mengetahui Dewan Pengawas Syariah
  • Mengetahui peran penting dari terbentuknya Dewan Pengawas Syariah
  • Mengetahui syarat wajib anggota Dewan Pengawas Syariah

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Ayat- ayat yang menddownloadasari konsep pengawasan dalam Islam

Pengawasan dalam Islam berbeda dengan pengawasan dalam Barat. Di dalam Islam pengawasan mencakup bidang spiritual yang tidak ada di Barat. Adanya bidang spiritual ini tidak terlepas dari konsep keimanan sebagai seorang muslim kepada Allah SWT.

Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:

  1. Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung.

Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam sebagaimana ayatnya :

ألم تر أن الله يعلم مافي السموات وما في الأرض ما يكون من نجوى ثلاثةٍ إلاّ هو رابعهم ولا خمسةٍ إلا  هو سادسهم ولآ أدنى من ذلك ولآ أكثر إلاّ هو معهم أين ما كانوا ثم يُنَبِّئُهم بما عملوا يوم القيامة إن الله بكلِّ شيءٍ عليم

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Mujadilah 7).[1]

Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita.

و نحن أقرب إليه من حبلِ الوريدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”(QS. Qaaf 16).[2]

  1. Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.

Sebagai makhluk Allah yang tidak memiliki nafsu, salah satu tugas malaikat adalah mengawasi tingkah laku amal buruk manusia sebagaimana dalam ayatnya :

إذ يتلقَّى المُتَلَقِّيان عن اليمينِ و عن الشمالِ ٌقعيدٌ

“Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”(QS. Qaaf 17).[3]

“Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita ”

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun”.(QS. Al Kahfi 49).[4]

  1. Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri.

Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.

اليومَ نخْتِمُ على أفْواههم و تُكلِّمنآ أيديهم و تَشْهد أرجلهم بما كانواْ يكسبون

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”(QS. Yaasiin 65).[5]

Kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.[6]

Di dalam Islam, fungsi pengawasan dapat terungkap pada ayat-ayat di dalam al Qur’an surat As-Shof ayat 3:

كبر مقتاً عند الله أن تقولوا ما لا تفعلونَ

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Ayat tersebut memberikan ancaman dan peringatan terhadap orang yang mengabaikan pengawasan terhadap perbuatannya. Selain ayat tersebut, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang pengawasan antara lain dalam Surat Al-Sajdah, ayat 5 berikut:

يدبّر الامرَ من السماء الى الأرض ثم يعرُجُ إليه في يومٍ كان مِقدارهُو الف سنةٍ مِّمّا تعدُّون

Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pengatur alam. Keteraturan alam raya ini, merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.

Sejalan dengan kandungan ayat tersebut, manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Fungsi manajemen adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Sejalan dengan ayat di atas, Allah Swt memberi arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat Al Hasyr: 18 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[7]

  1. Haddist- hadist yang mendukung pengawasan dalam Islam

Beberapa hadits Rasulullah Saw juga menganjurkan perlunya melaksanakan pengawasan atau evaluasi dalam setiap pekerjaan. Ajaran Islam sangat memperhatikan adanya bentuk pengawasan terhadap diri terlebih dahulu sebelum melakukan pengawasan terhadap orang lain. Hal ini antara lain berdasarkan hadits Rasulullah Saw sebagai berikut:

حاسبوا أنفسكم قبل أن بحاسبوا ونوا أعمالكم قبل أن توزن

Artinya: “Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.” (HR. Tirmidzi: 2383).

Dalam pandangan Islam segala sesuatu harus dilakukan secara terencana, dan teratur. Tidak terkecuali dengan proses kegiatan belajar-mengajar yang merupakan hal yang harus diperhatikan, karena substansi dari pembelajaran adalah membantu siswa agar mereka dapat belajar secara baik dan maksimal. Manajemen dalam hal ini berarti mengatur atau mengelola sesuatu hal agar menjadi baik. Hal ini sesuai dengan hadits, An-Nawawi (1987: 17) yang diriwayatkan dari Ya’la Rasulullah bersabda:

إنّ الله كتب لأحسانا على كلى شيئ

Artinya: “Sesungguhnya mewajibkan kepada kita untuk berlaku ihsan dalam segala sesuatu.” (HR. Bukhari: 6010).

Berdasarkan hadits di atas, pengawasan dalam Islam dilakukan untuk meluruskan yang bengkok, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan di dalam ajaran Islam, paling tidak terbagi kepada 2 (dua) hal: pertama, pengawasan yang berasal dari diri, yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Orang yang yakin bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka orang itu akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, dia yakin Allah yang kedua, dan ketika berdua dia yakin Allah yang ketiga. Allah SWT berfirman: “Tidaklah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Mujadalah:7). Selain itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, dan tuntas) (HR. Thabrani).[8]

  1. Garis besar tentang Dewan Pengawas Syariah

Dalam  konsideran  Keputusan Mahkamah  Agung  Republik Indonesia  Nomor  KMA/080/SK/VII/2006  huruf  (a)  disebutkan  bahwa  pengawasan  merupakan salah  satu  fungsi  pokok  manajemen  untuk menjaga  dan  mengendalikan  agar  tugas- tugas  yang  harus dilaksanakan  dapat  berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana  dan  aturan  yang  berlaku, agar  peraturan  perudang-undangan  yang mengadopsi prinsip-prinsip dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI perlu membentuk  Dewan  Pengawas  Syariah  (DPS)  di setiap  lembaga  keuangan  syariah.  Tujuan pembentukan DPS ialah untuk menjalankan fungsi  pengawasan  terhadap  aspek  syariah yang  ada  dalam  perbankan,  meskipun  secara tehnis pengawasan perbankan syariah tetap  menjadi  kewenangan  Bank  Indonesia (BI).[9] Dewan Pengawasan Syariah merupakan pihak terafiliasi dan bagian dari Bank. Menurut Gunadi Gundapradja DPS adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap Prinsip Syariah yang dipakai dalam menjalankan kegiatan usaha Bank Syariah secara independen.[10]

Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di Lembaga Keuangan Syariah.[11] Anggota DPS harus terdiri atas para pakar  di  bidang  syariah  muamalah  yang juga  memiliki  pengetahuan  di  bidang  ekonomi perbankan. Dalam hal ini Bank Syariah telah mengangkat anggota DPS, yang diangkat berdasarkan  hasil  rapat  umum  pemegang saham dan direksi. Dalam  pelaksanaan  tugas  seharihari,  DPS  wajib  mengikuti  fatwa  DSN  yang merupakan  otoritas  tertinggi  dalam  mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan  jasa  bank  dengan  ketentuan  dan  prinsip  syariah.  Tugas  utama  DPS  adalah  mengawasi  kegiatan  usaha  bank agar  tidak menyimpang  dari  ketentuan  dan  prinsip syariah  yang  telah  difatwakan  oleh  DSN. Peranan  DPS  sangat  strategis  dalam  penerapan  prinsip  syariah  di  lembaga  perbankan syariah.[12] Secara umum tugas DSN dan DPS meliputi:

  1. Penentuan transaksi keuangan yang diperbolehan.

Transaksi dalam keuangan haruslah sesuai dengan syariah. Apabila penerapan prinsip syariah tidak dilaksanakan dengan konsisten (istiqomah) walaupun kreatif (fathonah) dalam menjalankannya tentu akan menurunkan nilai hakiki dari prinsip syariah itu sendiri.

Purifikasi adalah memisahkan yang haram (yang terpaksa ada dan jumlahnya relatif kecil) dari yang halal, bukan memisahkan yang halal dari yang haram.

  1. Advokasi untuk nasabah funding dan lending.

Transaksi keuangan syariah harus memberikan perlindungan terhadap yang haram khususnya untuk menjaga keimanan, kehidupan, dan akal mereka. Dan memberikan kepentingan nasabah secara proporsional.

  1. Monitor kepatuhan.

Pengawasan kepatuhan dapat dilakukan dengan memonitor pelaksanaan sejak awal hingga akhir, termasuk kajian atas dokumentasi transaksi, dan membuat laporan yang akurat dan tepat waktu atas penyimpangan yang ada.

  1. Kepedulian terhadap masyarakat sekitar.

Ide dasar dari ekonomi Syariah juga untuk memanfaatkan sumber daya yang telah diciptakan Allah Swt dan diciptakan untuk kemashlahatan manusia.

  1. Tanggung jawab sosial.

Mengingat tingkat pemahaman dan kecanggihan ekonomi syariah masih relatif rendah maka tanggung jawab sosial ini juga dapat mencakup tanggung jawab peningkatan pendidikan ekonomi syariah.[13]

Sebelum mendapat penetapan dari DSN-MUI dan persetujuan dari Bank Indonesia pihak Bank wajib mengajukan calon untuk anggota DPS. Permohonan Pengajuan ini ditunjukan kepada Bank Indonesia setelah mendapat rekomendasi dasi DSN-MUI.

Ada 2 hal yang dilakukan Bank Indonesia dalam hal memberikan persetujuan atas permohonan anggota DPS, yaitu;

  • Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
  • Melakukan wawancara kepada calon anggota DPS.

Dua  hal tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia khususnya untuk kompetensi mengenai pemahaman operasional Bank Syariah. Sedangkan penetapan dari DSN-MUI dilakukan untuk kompetensi pemahaman mengenai Prinsip Syariah.

Sedangkan prosedur surat permohonannya adalah sebagai berikut;

  • Lima Belas (15) hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank Indonesia, permohonan untuk mendapatkan penetapan DSN-MUI sudah wajib disampaikan.
  • Tiga Puluh (30) hari sejak diterbitkanya surat persetujuan Bank Indonesia, DSN-MUI wajib menetapkan calon untuk anggota DPS.
  • Sepuluh (10) hari setelah pengangkatan anggota DPS, anggota DPS melalui Bank wajib melaporkan diri kepada Bank Indonesia.[14]

Bagi Bank Syariah yang berbentuk perseroan terbatas (lihat Pasal 7 UUPS) organisasinya mengacu pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007. Hal tersebut berarti bahwa dalam sebuah bank syariah kekuasaan tertinggi ada pada RUPS, pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, dan pengawasan terhadap direksi dilaksanakan oleh komisaris.

Dalam keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 03 Tahun 2000 juga ditetapkan beberapa hal, diantranya adalah:

  • Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:
  1. Setiap LKS harus memiliki sedikitnya tiga orang anggota Dewan Pengawas Syariah;
  2. Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua;
  3. Masa tugas anggota dewan pengawas syariah adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.

Menurut Muhammad: Setiap Bank Umum Syariah atau Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah harus memiliki setidaknya 2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS.[15]

Dalam pengawasannya dewan pengawas syariah memiliki mekanisme. Mekanisme pengawasan dewan pengawas  syariah dimulai dari dewan  pengawas  syariah mengadakan  analisis  operasional  Bank Syariah dan mengadakan penilaian kegiatan maupun  produk  dari  bank  tersebut  yang pada  akhirnya  dewan  pengawas  syariah dapat  memastikan  bahwa  kegiatan  operasional Bank Syariah telah sesuai fatwa yang dikeluarkan  oleh  dewan  syariah nasional, kemudian memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank dan produk  yang  dikeluarkan  secara  keseluruhan dalam  laporan  publikasi  bank,  mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk  dimintakan  fatwa  kepada  dewan syariah nasional, yang akhirnya menyampaikan  laporan  hasil  pengawasan syariah  sekurang-kurangnya  enam  bulan  sekali kepada  direksi,  komisaris,  Dewan  Syariah Nasional  dan  Bank  Indonesia.[16]

  1. Peran Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah memiliki peranan penting dalam sebuah lembaga bank antara lain :

  1. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
  2. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
  3. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.
  4. Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah
  5. DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis ta’lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat.[17]
  1. Syarat wajib anggota Dewan Pengawas Syariah

Setiap Bank Umum Syariah atau Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah harus memiliki setidaknya 2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS. Jika anggota DPS di setiap lembaga keuangan syariah memiliki lebih dari satu anggota maka salah satu dari anggota tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga Keuanngan Syariah tersebut. Tidak sembarang orang yang dapat menjadi anggota DPS, sehingga dalam penyeleksiannya dibutuhkan persyaratan- persyaratan yang kompatibel. Persyaratan utama bagi anggota Dewan Pengawas Syariah adalah mereka harus memiliki kemampuan di bidang Hukum Muamalah, Hukum Ekonomi dan Perbankan. Selain itu, anggota DPS juga wajib memenuhi persyaratan berikut:

  1. Integritas
  2. Kompetensi, dan
  3. Reputasi keuangan

Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang:

  1. Memiliki akhlak dan moral baik
  2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan perbankan syariah yang sehat.
  1. Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

 

Anggota DPS yang memenuhi persyaratan kompetensi merupakan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan serta pengetahuan di bidang keuangan secara umum.

Sedangkan anggota DPS yang memenuhi persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang:

  • Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.
  • Tidak pernah dinyatakan failed atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan failed dalam waktu 5 tahun sebelum dicalonkan.[18]

 

BAB III

Penutup

Kesimpulan

  1. Ayat- ayat yang membahas tentang pentingnya pengawasan antara lain:
    1. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Mujadilah 7)
    2. “Ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri”(QS. Qaaf 17).
    3. “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”(QS. Yaasiin 65)
  1. Hadist- hadist yang mendukung tentang pengawasan adalah:

حاسبوا أنفسكم قبل أن بحاسبوا ونوا أعمالكم قبل أن توزن

Artinya: “Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain.” (HR. Tirmidzi: 2383)

  1. Pengertian dari Dewan Pengawas Syariah adalah:

Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di Lembaga Keuangan Syariah.

  1. Peran dari terbentuknya Dewan Pengawas Syariah adalah:
    1. Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
    2. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
    3. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari Lembaga Keuangan Syariah yang diawasinya.
    4. Dewan Pengawas Syariah bersama Komisaris dan Direksi, bertugas untuk terus-menerus mengawal dan menjaga penerapan nilai-nilai Islam dalam setiap aktifitas yang dikerjakan Lembaga Keuangan Syariah
    5. DPS juga bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, melalui media-media yang sudah berjalan dan berlaku di masyarakat, seperti khutbah, majelis ta’lim, pengajian-pengajian, maupun melalui dialog rutin dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat
  1. Syarat wajib anggota Dewan Pengawas Syariah:

Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan berikut:

  1. Integritas
  2. Kompetensi, dan
  3. Reputasi keuangan

Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang:

  1. Memiliki akhlak dan moral baik
  2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan perbankan syariah yang sehat.
  • Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

dewan-pengawas-syariah

 

 

 

 

 

  1. Daftar Pustaka

Alquran Al- Karim, Departemen Agama RI, Alhuda gema insani, 2005

Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika), 2011

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia), 2009,

Gandapradja, Gunadi,  Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank , Jakarta,Gramedia               Pustaka Utama. 2004

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta,                    Penerbit Erlangga. 2014

Sri Dewi Anggadini. UNIKOM. Vol. 12 No. 1

http://ahmad-suganda.blogspot.co.id/2012/06/allah-swt-mengawasi-manusai           -dengan-tiga.html

http://muchsinal-mancaki.blogspot.co.id/2011/09/ayat-dan-hadits-tentang                           pengawasan.html

http://asuransitakafulsyariah.blogspot.co.id/2011/05/pengertian-dps-dewan                         pengawas-syariah.html

https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar              -hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/

http://muhammad-iwad.blogspot.co.id/2013/11/makalah-dewan-pengawas-syariah.html

[1] Alquran Al- Karim, Departemen Agama RI, Alhuda gema insani, 2005. Hlm 547

[2] Ibid, hlm 520

[3] Ibid, hlm 520

[4] Ibid, hlm 300

[5] Ibid, hlm 445

[6] http://ahmad-suganda.blogspot.co.id/2012/06/allah-swt-mengawasi-manusai-dengan-tiga.html. Dikutip pada tanggal 4 Agustus 2016 jam 11.37 WIB

[7] http://muchsinal-mancaki.blogspot.co.id/2011/09/ayat-dan-hadits-tentang-pengawasan.html. Dikutip pada tanggal 3 Agustus 2016 jam 21.03 WIB

[8] Ibid, Dikutip pada tanggal 3 Agustus 2016 jam 21.03 WIB

[9] Sri Dewi Anggadini. UNIKOM. Vol. 12 No. 1. Hlm.79

[10] Gandapradja, Gunadi,  Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank , Jakarta,Gramedia Pustaka Utama. 2004. Hlm.56

[11] Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Dewan Syariah Nasional MUI, Jakarta, Penerbit Erlangga. 2014. Hlm.12

[12] Ibid, Sri Dewi Anggadini. UNIKOM….. Hlm. 81

[13] Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika), 2011, Hlm. 236-238

[14] http://muhammad-iwad.blogspot.co.id/2013/11/makalah-dewan-pengawas-syariah.html. Dikutip pada tanggal 6 Agustus 2016 jam 0.09 WIB

[15] Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), Hlm.141

[16] Ibid, Sri Dewi Anggadini. UNIKOM….. Hlm.83

[17] http://asuransitakafulsyariah.blogspot.co.id/2011/05/pengertian-dps-dewan-pengawas-syariah.html. Dikutip pada tanggal 5 Agustus 2016 jam 22.25 WIB

[18] https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/dewan-pengawasan-syariah-dasar-hukum-persyaratan-anggota-serta-tugas-dan-wewenangnya/. Dikutip pada tanggal 5 Agustus 2016 jam 22.39 WIB.

الإنتاج على الموارد الطبيعية و الموارد البشرية

Standar

شرح المضمون الموضوع :

يشغل موضوع الإنتاج جانبا كبيرا من اهتمام الناس على اختلافUntitled-1.jpg مستوياتهم و درجاتهم. ذلك لأنه يرتبط ارتباطا و ثيقا بزيادة الدخل، و رفع مستوي المعيشة، مما يوفر ضمان الحياة السعيدة، و العيش الكريم للفرد و المجتمع.

فالتعريف الإنتاج هو عملية تستهلك جهداً بشرياً و تستهلك موارد و الطاقة في زمن معين، و يترتب على ذلك جعل المورد صالحا أو أكثر صلاحية لإشباع حاجات الإنسان، و قد يتمثل هذا الجهد في تحوير أو تغيير شكل المورد، كما قد يتمثل في تخزين الشيء أو نقله، و أيضا في قيام شخص بتقديم خدمة لشخص آخر كالتعليم و النقل و العلاج … إلخ. و ذلك في إطار من القيم الإسلامية للوصول بالمجتمع إلى الرفاهية و التكافل الإجتماعي.[1]

و في هذا البحث الموجز لهذه المناسبة القصيرة السعيدة نريد أن نكشف مباحثَ الأحاديث المتعلقة بالإنتاج في الاقتصاد الإسلامى. ينقسم عوامل الإنتاج في الإسلام الى الموارد الطبيعية و الموارد البشرية الذي يبيّن الباحث في هذا الموضوع.

  1. الموارد الطبيعية

متان الحديث :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَلَهُ مِنْهَا يَعْنِي أَجْرًا وَمَا أَكَلَتْ الْعَوَافِي مِنْهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ

(رواه أحمد ، والنسائي ، وابن حبان من طريق عبيد الله بن عبد الرحمن عنه ، وصرح عند ابن حبان بسماع هشام بن عروة منه ، وبسماعه من جابر ، ورواه أيضا من طريق وهب بن كيسان ، عن جابر الجملة الأولى ، واستدل به ابن حبان على أن الذمي لا يملك الموات ، لأن الأجر إنما يكون للمسلم ، وتعقبه المحب الطبري بأن الكافر يتصدق ويجازى عليه الدنيا كما ورد به الحديث ).

قلت : وقول ابن حبان أقرب للصواب ، وظاهر الحديث معه ، والمتبادر إلى الفهم منه أن إطلاق الأجر إنما يراد به الأخروي ، والله أعلم .[2]

شرح الكلمات :

( من أحيا أرضا ميتة ) : الأرض الميتة هي التي لم تعمر ، شبهت عمارتها بالحياة وتعطيلها بالموت . قال الزرقاني : ميتة بالتشديد قال العراقي . ولا يقال بالتخفيف لأنه إذا خفف تحذف منه تاء التأنيث . والميتة والموات والموتان بفتح الميم والواو التي لم تعمر سميت بذلك تشبيها لها بالميتة التي لا ينتفع بها لعدم الانتفاع بها بزرع أو غرس أو بناء أو نحوها .[3]

(فله فيها أجر) : أن الذمي لايملك الموات بالإحياء، و احتج بأن الكافر لا أجر له، و تعقبه المحب الطبري بأن الكافر إذا تصدق يثاب عليه في الدنيا كما ورد به الحديث، فيحمل الأجر في حقه على ثواب الدنيا و في حق المسلم على ما هو أعم من ذلك، و ما قاله محتمل إلا أن الذي قاله ابن حبان أسعد بظاهر الحديث، ولا يتبادر إلى الفهم من إطلاق الأجر إلا الخروي.[4]

العوافي جمع عافية وهم طلاب الرزق[5] قال أبو محمد العافية الطير وغير ذلك[6]

شرح الحديث :

قال الخطابي : إحياء الموات إنما يكون محفره وتحجيره وإجراء الماء إليه ونحوها من وجوه العمارة فمن فعل ذلك فقد ملك به الأرض سواء كان ذلك بإذن السلطان أو بغير إذنه ، وذلك أن هذه كلمة شرط وجزاء ، فهو غير مقصور على عين دون عين ولا على زمان دون زمان ، وإلى هذا ذهب أكثر العلماء .وقال أبو حنيفة : لا يملكها بالإحياء حتى يأذن له السلطان في ذلك ، وخالفه صاحباه[7]

ورواه ابن حبان في النوع الأول ، من القسم الأول ، بهذا اللفظ عن حماد بن سلمة عن أبي الزبير عن جابر ، ثم قال : وفي هذا الخبر دليل على أن الذمي إذا أحيا أرضا ميتة لم تكن له ; لأن الصدقة لا تكون إلا للمسلم ، وأعاده في النوع الثالث والأربعين ، من القسم الثالث ، وقال : إن هذا الخطاب إنما ورد للمسلمين ; لأن الصدقة إنما تكون منهم ، قال : والعافية طلاب الرزق[8]

يتحقق الاحياء بوسائل متعددة سواء بالبنيان أو الحرث وأصل الاحياء بالماء (كاشتقاق نهر – استخراج عين – احتفار بئر ) فإن فعل ذلك ثم ابتنى أو زرع أو غرس فذلك كله احياء ما لم تكن من أمال قوم .

و يتقرر الاحياء بما يقرره العرف محققا لعمارة الارض و هذا حسب صفة الاحياء فإن أراد إحياء الموات للسكن كان احياؤه بالبناء و التسقيف و ان أراد إحياؤه للزرع و الغرس اعتبر فيه ثلاث شروط :

  1. جمع التراب المحيط بها حتى يصير حاجز بينها و بين غيرها .
  2. سوق الماء ان كان يبسا و حبسه عنها ان كانت بطائح حتي يمكن زرعها .
  3. حرثها .

وهذه الشروط تضمن تهيئة الارض و صلاحيتها للزراعة و غيرها.[9]

هداية الحديث:

        و من تدبر هذا الحديث يمكين استفادة  أمرين عساسيين هما :

  • ترقية الإيمان

ضرورة الإنتاج في الإسلام لا يهدِف للحصول إلى نيل النتائج المادية فحسب، بل يشمل على القيم للعبادة. كعملية الزراعة، و من المتوقع نتيجة الإنتاج فيها الصدقة.

إن الصدقة احدى أنواع العبادات، فالحصيل من عملية الصدقة هي ترقية العبد إيمانه، قال رسول الله صلى الله عليه السلم في الحديث : الإيمان يزيد و ينقص، يزيد بالعبادة و ينقص بالمعصية.

  • الإسلام يحارب البطالة

ومن العوامل التي تساعد على المضي قدمًا في زيادة الإنتاج وتوفيره تحفيز النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ على إعمار الأرض الخراب، فيقول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ” أخرجه أحمد.

وأخرج البخاري في صحيحه عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَنْ أَعْمَرَ أَرْضًا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ فَهُوَ أَحَقُّ “، ويقول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَلَهُ مِنْهَا يَعْنِي أَجْرًا وَمَا أَكَلَتْ الْعَوَافِي مِنْهَا– يعني الطير والسباع- فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ “.

والإعمار والإحياء إما بالزرع أو حفر الآبار، أو بالبناء عليها،كبناء المصانع، والشركات المنتجة لما يلزم للناس، ونحو ذلك.[10]

  1. الموارد البشرية

متان الحديث :

عَنْ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا، كَانَ لَهُ أَجْرُهَا وَمِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا ، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا.(رواه ابن ماجة)[11]

شرح الكلمات :

قوله ( سنة حسنة ) أي طريقة مرضية يقتدى فيها والتمييز بين الحسنة والسيئة بموافقة أصول الشرع وعدمها قوله ( فعمل بها ) الفاء للتفسير وهو تفسير لقوله سن بأن عمل بها ومثله قوله تعالى ونادى نوح ربه فقال رب الآية وأمثاله كثيرة والمراد فعمل بها أولا وهو على بناء المفعول وهو واضح قوله ( أجرها ) أي أجر عملها والإضافة لأدنى ملابسة فإن السنة الحسنة لما كانت سببا في ثبوت أجر عاملها أضيف الأجر إليها بهذه الملابسة كذلك ذكره الطيبي وقال التوربشتي والصواب أجره لعود الضمير إلى صاحب الطريقة أي له أجر عمله وهو غير لازم ولا وجه لتغليظ الرواة إذا احتمل الكلام التصحيح بوجه ما فكيف والتصحيح هاهنا واضح قوله ( لا ينقص ) على بناء الفاعل وضميره لإعطاء مثل أجر العاملين لمن سن (من أجورهم ) أي أجور العاملين .[12]

شرح الحديث :

هذا الحديث صحيح، وهو يدل على شرعية إحياء السنن والدعوة إليها والتحذير من البدع والشرور لأنه صلى الله عليه وسلم يقول: ((من سن في الإسلام سنة حسنة كان له أجرها وأجر من عمل بها من بعده لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده لا ينقص ذلك من أوزارهم شيئا)) خرجه مسلم في صحيحه.

ومثل هذا الحديث ما رواه أبو هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا)) وهكذا حديث أبي مسعود الأنصاري رضي الله عنه، يقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((من دل على خير فله مثل أجر فاعله)) خرجهما مسلم في صحيحه.

ومعنى (( سن في الإسلام )) يعني: أحيا سنة وأظهرها وأبرزها مما قد يخفى على الناس، فيدعو إليها ويظهرها ويبينها، فيكون له من الأجر مثل أجور أتباعه فيها وليس معناها الابتداع في الدين. لأن الرسول صلى الله عليه وسلم نهى عن البدع وقال: ((كل بدعة ضلالة)) وكلامه صلى الله عليه وسلم يصدق بعضه بعضا، ولا يناقض بعضه بعضا بإجماع أهل العلم، فعلم بذلك أن المقصود من الحديث إحياء السنة وإظهارها، مثال ذلك: أن يكون العالم في بلاد ما يكون عندهم تعليم للقرآن الكريم أو ما عندهم تعليم للسنة النبوية فيحيي هذه السنة بأن يجلس للناس يعلمهم القرآن ويعلمهم السنة أو يأتي بمعلمين، أو في بلاد يحلقون لحاهم أو يقصونها فيأمر هو بإعفاء اللحى وإرخائها، فيكون بذلك قد أحيا هذه السنة العظيمة في هذا البلد التي لم تعرفها ويكون له من الأجر مثل أجر من هداه الله بأسبابه، وقد قال الرسول صلى الله عليه وسلم: (( قصوا الشوارب وأعفوا اللحى خالفوا المشركين)) متفق على صحته من حديث ابن عمر رضي الله عنهما، والناس لما رأوا هذا العالم قد وفر لحيته ودعا إلى ذلك تابعوه، فأحيا بهم السنة، وهي سنة واجبة لا يجوز تركها، عملا بالحديث المذكور وما جاء في معناه، فيكون له مثل أجورهم.

وقد يكون في بلاد يجهلون صلاة الجمعة ولا يصلونها فيعلمهم ويصلي بهم الجمعة فيكون له مثل أجورهم، وهكذا لو كان في بلاد يجهلون الوتر فيعلمهم إياه ويتابعونه على ذلك، أو ما أشبه ذلك من العبادات والأحكام المعلومة من الدين، فيطرأ على بعض البلاد أو بعض القبائل جهلها، فالذي يحييها بينهم وينشرها ويبينها يقال: سن في الإسلام سنة حسنة بمعنى أنه أظهر حكم الإسلام، فيكون بذلك ممن سن في الإسلام سنة حسنة.

وليس المراد أن يبتدع في الدين ما لم يأذن به الله، فالبدع كلها ضلالة لقول النبي في الحديث الصحيح: ((وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة)) ويقول صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح أيضا: ((من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد)) وفي اللفظ الآخر: ((من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد)) متفق عليه.

ويقول في خطبة الجمعة عليه الصلاة والسلام: أما بعد: ((فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة)) خرجه مسلم في صحيحه. فالعبادة التي لم يشرعها الله لا تجوز الدعوة إليها، ولا يؤجر صاحبها، بل يكون فعله لها ودعوته إليها من البدع، وبذلك يكون الداعي إليها من الدعاة إلى الضلالة، وقد ذم الله من فعل ذلك بقوله سبحانه: أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ.[13]

هداية الحديث :

يُعْتَبر تحسين الإنتاجية، التحدي الذي يواجه المنظمات على اختلاف أنشطتها سلعية أو خدمية وأسواقها محلية أو عالمية في سعيها لكسب ميزة تنافسية على غيرها من المنظمات العاملة في نفس النشاط ، فمن الحقائق المسلم بها أن ارتفاع تكلفة الإنتاج يؤدي إلى عدم قدرة المؤسسة على المنافسة خاصة في ظل تزايد الاتجاه نحو العولمة وتحرر الأسواق ، هذا ما جعل المؤسسات تعتمد في الوقت الحالي على التدريب وتنمية الموارد البشرية في تحسين إنتاجياتها.[14]

مفهوم التدريب : تتعدد المفاهيم المستخدمة للتعبير عن التدريب كعملية ، فالتدريب بعكس التعليم محددة وواضحة ومُبَرْمَجة ويجب أن تخضع للقياس السريع في نجاحها لما هدفت إليه بعكس عملية التعلم التي تأخذ وقتا أطول حتى تَتَبَلْوَر نتائجها ، فالمقصود من التدريب هو زيادة المهارات والمعرفة المحددة في مجالات معينة ، وكذلك زيادة وعي المتدربين بأهداف المؤسسة التي يعملون بها و برسالتها . ويمكن تعريف التدريب على أنه الجهد المنظم والمخطَّط له لتزويد الموارد البشرية في المنظمة بمعارف معينة ،وتحسين وتطوير مهاراتها وقدراتها وتغيير سلوكها واتجاهاتها بشكل ايجابي بناء مما قد ينعكس على تحسين الأداء في المنظمة .

مفهوم تنمية الموارد البشرية تعرف تنمية الموارد البشرية بأنها إعداد العنصر البشري إعدادا صحيحا بما يتفق واحتياجات المجتمع ، على أساس أنه بزيادة معرفة وقدرة الإنسان يزداد ويتطور استغلاله للموارد الطبيعية ، فضلا عن زيادة طاقاته وجهوده .

يقصد بتنمية الموارد البشرية زيادة عملية المعرفة والقدرات والمهارات للقوى العاملة القادرة على العمل في جميع المجالات والتي يتم انتقاؤها واختيارها في ضوء ما يجري من اختبارات مختلفة .[15]

  • العمل على تحقيق الفاعلية في الأداء التنظيمي:

إن الكفاية الإنتاجية التي تهتم بتحقيق مخرجات ذات كفاءة عالية من حيث الكميات والمُوَاصَفات وأقل تكلفة ، حقاً تساعد على بقاء واستمرار المنظمة أو الشركة ، ولكنها لا تكفي وحدها لتحقيق النجاح والتميّز ومن ثم القدرة الكبيرة على المنافسة والبقاء والاستمرار ، إذ لا بد بجانب الكفاية الإنتاجية من تحقق الفاعلية في الأداء التنظيمي ، والفاعلية تعني أن المنتج النهائي أو الخدمة التي تنتجها أو تقدمها المنظمة أو الشركة لا بد وأن يتوافر فيها الجودة العالية ، لتحقيق الرضا المنشود من قبل العملاء والمستهلكين لها ، أي أن هذه السلعة أو تلك الخدمة تكون قادرة على تلبية احتياجات هؤلاء العملاء ، فضلاً عن تحقيق رغباتهم وتوقعا تهم في السلعة أو الخدمة التي يستهلكونها ، ولتعي المنظمة أو الشركة أن الحكم على توافر الجودة العالية في المنتج أو الخدمة التي تقدمها للمستهلكين لن يكون معتبراً إذا كان من قِبَلِها وفقط ، وإنما – وهو الأهم – أن يكون الحكم بجودة السلعة أو الخدمة صادرا عن المستهلكين أو العملاء..

إن تحقيق الجودة في السلع والخدمات يتوقف على كفاءة ومهارة العنصر البشري ، وهذه الكفاءة وتلك المهارة الواجب توافرها في العنصر البشري من أكبر المهام الملقاة على عاتق إدارة الموارد البشرية ، فعليها تصميم البرامج التدريبية لرفع كفاءة العنصر البشري ، وإكسابه المهارة اللازمة، التي تمكنه – بجانب قدراته الذاتية – من تحقيق معدلات الجودة المأمولة .[16]

الإستنباط

  • من الحديث الأول تحدث الباحث في الموضوع إحياء الأرض الموات و نقطة الجوهرية من هذا الحديث هي :
  1. إن الواجبة من عملية إحياء الأرض الموات هي الصدقة، و المنفعة منها ترقية إيمان العبد.
  2. إحياء الأرض الموات يجعل الأرض الميتة نافعةً للإنتاج، و عملية الإنتاج تقليل البطالة في المجتمع.
  • من الحديث الثاني تحدث الباحث في الموضوع سنة الحسنة في الإسلام و نقطة الججوهرية من هذا الحديث هي :
  1. معنى (( سن في الإسلام )) يعني: أحيا سنة وأظهرها وأبرزها مما قد يخفى على الناس، فيدعو إليها ويظهرها ويبينها، فيكون له من الأجر مثل أجور أتباعه فيها وليس معناها الابتداع في الدين.
  2. تحسين الموارد البشرية بالتدريب و تنمية الموارد البشرية.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

قائمة المصادر البحث

الزيلعي،  جمال الدين عبد الله بن يوسف، نصب الاية في تخريج أحاديث الهداية، دار          الحديث، (الطبقة الأولى، 1415ه)

السمرقندي، عبد الله الرحمن الدرامي، سنن الدارمي، (دار الكتاب العربي، 1987م)

العسقلاني، أحمد بن علي بن حجر، فتح الباري، الجزء الخامس، (المكتبة التوفيقية،            2008 م)

الكناني، أحمد بن على محمد ، التلخيص الحبير، (الطبعة الأولى، 1416ه)

القزويني، محمد بن يزيد، سنن ابن ماجه، (المكتبة العلمية)

أبادي، محمد شمس الحق العظيم، عون المعبود، (دار الفكر، 1415ه)

بالسندي، أبو الحسن الحنفي الشهير ، شرح سنن ابن ماجه القزويني، (دار الجيل)

نعيمة، بارك. “تنمية الموارد البشرية وأهميتها في تحسين الإنتاجية وتحقيق الميزة التنافسية”   مجلة اقتصاديات شمال إفريقيا. العدد السابع.

البركاتي، أبو عاصم، أهمية العمل والإنتاج في الإسلام، أخذ المقالة من                  http://www.ahlalhdeeth.com 

عبد الله الكافي غريب الله، أجر وثواب من استصلح أرضا، أخذه من مقالة     http://vb.mediu.edu.my

عيسى،محمود حسين، إدارة الموارد البشرية بين التقليدية والمعاصرة، أخذ المقالة من            http://www.alukah.net/

منقول ( المقع الرسمي لسماحة الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله )، صحة الحديث من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة، أخذ     المقالة من https://www.tunisia-sat.com

[1] محمود بن ابراهيم الخطيب، من مبادئ الاقتصاد الإسلامى، (حقوق الطبع محفوظة، 1409 ه/ 1989 م)،   ص: 84

[2] أحمد بن على محمد الكناني، التلخيص الحبير، (الطبعة الأولى، 1416ه)، ص:139

[3]محمد شمس الحق العظيم أبادي، عون المعبود، (دار الفكر، 1415ه)، ص:252

[4] أحمد بن علي بن حجر العسقلاني، فتح الباري، الجزء الخامس، (المكتبة التوفيقية، 2008 م)، ص:26

[5] أحمد بن على محمد الكناني..المرجع السابق

[6] عبد الله الرحمن الدرامي السمرقندي، سنن الدارمي، (دار الكتاب العربي، 1987م)، ص: 405

[7] محمد شمس الحق العظيم أبادي..المرجع السابق، ص:252

[8] جمال الدين عبد الله بن يوسف الزيلعي، نصب الاية في تخريج أحاديث الهداية، دار الحديث، (الطبقة الأولى، 1415ه)، ص: 202

[9] عبد الله الكافي غريب الله، أجر وثواب من استصلح أرضا، أخذه من مقالة http://vb.mediu.edu.my/ في التاريخ 27 أغسطس 2016، في الساعة 20:35

[10]  أبو عاصم البركاتي، أهمية العمل والإنتاج في الإسلام،  أخذ المقالة من  http://www.ahlalhdeeth.com في التاريخ 27 أغسطس 2016 في الساعة 17.08

[11] محمد بن يزيد القزويني، سنن ابن ماجه، (المكتبة العلمية)، ص: 74

[12] أبو الحسن الحنفي الشهير بالسندي، شرح سنن ابن ماجه القزويني، (دار الجيل)، ص: 90

[13] منقول ( المقع الرسمي لسماحة الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز رحمه الله )، صحة الحديث من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة، أخذ المقالة من https://www.tunisia-sat.com في التاريخ 27 أغسطس 2016 في الساعة 22.26

[14] أ/ بارك نعيمة. “تنمية الموارد البشرية وأهميتها في تحسين الإنتاجية وتحقيق الميزة التنافسية” مجلة اقتصاديات شمال إفريقيا. العدد السابع. ص: 274

[15] المرجع نفسه، ص: 275

[16] محمود حسين عيسى، إدارة الموارد البشرية بين التقليدية والمعاصرة، أخذ المقالة من http://www.alukah.net/   في التاريخ 28 أغسطس 2016 في الساعة 1.04

Ghozwul Fikri dan wacana kesetaraan gender dalampemikiran Islam

Standar

Kajian Cios 14 September 2016

Alhamdulillah pada kesempatan kali ini saya dapat meringkas dari hasil diskusi mingguan kajian Cios Program Kaderisasi Ulama 2016. Kajian kali ini diisi oleh 2 pemateri program PKU Gontor yang berasal dari Kalimantan Timur dan Gorontalo.

Ghozwul fikri atau bahasa Indonesia nya adalah Perang pemikiran. Saat ini kita telah berada di zaman dimana doktrin Barat dari segala aspek, berkembang subur di kalangan kita (Muslim) khususnya Indonesia. Berkembangnya doktrin barat ini adalah salah satu bukti bahwa Ghozwul fikri bukan merupakan masalah kecil.

Ghozwul fikri terjadi diakibatkan kalahnya perang fisik pada masa lalu. Sehingga kaum barat pun mencoba jalan lain untuk mengalahkan umat Islam. hingga terbentuklah senjata baru yaitu perang pemikiran. Mereka memiliki semboyan Learn & Destroy ( Mempelajari Islam secara spesifik lalu menghancurkannya dengan mendekontruksi dasar- Dasar Islam.

Metode- metode dari Ghozwul fikri :

  1. Menimbulkan sikap ragu- ragu (fasiq) kpd umat Islam
  2. Pencemaran/ membuat citra buruk kpd Islam melalui laqob : teroris, fundamental
  3. Campur aduk antara budaya barat & tradisi Islam
  4. Westernisasi (taghrib)

Agen- agen dalam mendukung Ghozwul fikri :

  1. Misi utama kita adalah bukan menghancurkan kaum muslimin tetapi mengeluarkan seorang muslim dari islam agar jadi orang muslim yang tidak berakhlaq. (samuel zwemmer)
  2. Orientalis: orang barat mengkaji budaya timur. Tujuan: mendekontruksi hukum dan kajian penelitian Islam dalam semua bidang
  3. Dalam pengertian ghozwul fikri : kekuatan politik barat dalam upaya penyebabkan kultur dan pemikiran barat agar bangsa2 di dunia termasuk islam sejalan dgn gaya hidup & pola pikir bangsa barat.

 

(Ust. Saiful Yusuf al- faiz, S. Kom.i)

Wacana kesetaraan gender dalam pemikiran Islam

Salah satu dari produk Ghozwul fikri adalah kesetaraan gender. Kaum feminis meyakini bahwa kesetaraan gender adalah problem solving sehingga kesetaraan gender ini harus dilaksanakan dalam masyarakat.  Dalam perkembangannya, wacana ini mengklaim bahwa teks-teks wahyu dan ijtihad kitab- kitab ulama klasik adalah sumber penindasan kpd wanita. Selanjutnya mendorong feminisme utk melakukan dekontruksi & pentafsiran semula terhadap hukum- hukum Islam.

Allah hanya melihat taqwa bukan orientasi seksual manusia (tokoh Feminis) permasalahannya apakah permasalahan orientasi seksual itu tidak termasuk dalam taqwa????

Feminisme terbentuk dikarenakan terjadinya banyak penindasan yang dialkukan pihak gereja terdahulu kepada kaum wanita. Pihak gereja menganggap wanita itu hina. Berasaskan beckground pengalaman inilah akhirnya terbentuknya kelompok yang menginginkan bebas yaitu feminis.

Unsur terpenting munculnya feminisme:

  1. Faktor agama & kitab suci: agama dipandang mengajarkan kebencian trhadap wanita
  2. Faktor politik: faktor budaya

Munculnya berbagai upaya seperti mengkritik, membuat buku baru

Ijtihad hukum feminisme:

  1. Mengharamkan poligami
  2. Menghalalkan perkawinan beda agama
  3. Pernikahan dpt dilakukan tanpa wali
  4. Talak dijatuhkan kepada laki2
  5. Masa idah juga diberikan kpd laki2
  6. Hak waris disamaratakan porsinya seperti laki2

 

Salah satu pola pikir Feminis : Makna gender telah berubah bukan hanya berarti kpd perbedaan kelamin belaka tetapi maknanya adalah gender menurut sosial.

Tokoh feminis berpendapat bahwa Allah hanya melihat taqwa bukan orientasi seksual manusia.  Padahal jika kita sadari permasalahan tentang orientasi seksual itu adalah cakupan dari permasalahan taqwa sehingga taqwa tidak bisa lepas dari perrmasalahan orientasi seksual.

 

  • Perlu diketahui: adil bukan berarti sama dalam jumlah serta dalam takaran, tetapi adil itu sesuai dgn apa yang dibutuhkan.

Contoh: kebutuhan pendidikan anak pertama yang kuliah jangan disamakan dengan kebutuhan pendidikan anak kedua yang masih sd dengan dalih keadilan. Begitu juga laki- laki dan perempuan.